Kebutuhan akses internet yang kini setara kebutuhan pokok masyarakat, faktanya masih belum dinikmati secara optimal di berbagai wilayah Indonesia, termasuk daerah pelosok dan kawasan 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Menanggapi tantangan tersebut, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Gde Sumarjaya Linggih memberikan pandangannya terkait inisiatif strategis PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. yang tengah mendorong pemisahan aset dan bisnis infrastruktur ke anak perusahaannya, InfraCo/TIF.
Ia menilai inisiatif tersebut sebagai langkah krusial dan diperlukan untuk menjawab tantangan sektor teknologi digital di masa mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kesenjangan digital adalah masalah mendesak. Inisiatif pemisahan aset Telkom menjadi InfraCo/TIF diharapkan dapat memberikan dampak yang luas bagi masyarakat, terutama dalam memastikan pemerataan akses layanan yang optimal di seluruh pelosok negeri," kata Gde Sumarjaya Linggih dikutip dari pernyataan tertulisnya, Selasa 9/12/2025).
Sektor ekonomi digital diperkirakan akan menjadi kontributor signifikan bagi perekonomian negara. Menurut Gde, ia optimis pengalihan pengelolaan bisnis infrastruktur Telkom ke InfraCo/TIF dapat bertindak sebagai salah satu katalis pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan infrastruktur yang lebih terfokus dan efisien di bawah InfraCo/TIF, kita berharap tercipta ekosistem digital yang lebih kuat dan mampu mendukung lonjakan aktivitas ekonomi digital di berbagai daerah," ungkapnya.
Salah satu harapan besar dari hadirnya InfraCo/TIF adalah terwujudnya kebijakan infrastructure sharing (berbagi pakai infrastruktur) yang lebih luas dengan operator telekomunikasi lainnya. Menurutnya, kebijakan tersebut memiliki potensi dampak positif yang masif.
"Prinsip infrastructure sharing adalah kunci. Ini akan mendorong efisiensi industri secara signifikan, memungkinkan perluasan layanan yang lebih cepat, dan yang terpenting, mempercepat pemerataan akses digital di seluruh Indonesia," tutur Gde.
Implementasi ini diharapkan dapat mempercepat pemerataan infrastruktur nasional. Disampaikannya bahwa daripada setiap operator membangun infrastruktur yang sama di lokasi yang sama, lebih baik aset ini dibagi pakai, sehingga investasi bisa difokuskan pada perluasan jangkauan ke wilayah yang belum terlayani.
Sejalan dengan hal tersebut, hal ini merupakan amanat Danantara untuk dilakukannya penataan BUMN (streamlining) guna mengoptimalkan penyelenggaraan bisnis dan operasional grup korporasi BUMN. Hal ini bertujuan untuk memperkuat fokus strategis infrastruktur telekomunikasi dalam optimalisasi aset, perluasan konektivitas 3T dan penguatan ekosistem ekonomi digital nasional.
Selanjutnya, Telkom dijadwalkan akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) pada 12 Desember 2025, dengan agenda penting terkait penguatan struktur bisnis dan inisiatif pemisahan infrastruktur melalui InfraCo/TIF.
"Harapan kami adalah RUPS-LB ini dapat memastikan langkah strategis penguatan struktur bisnis dan pemisahan infrastruktur Telkom berjalan optimal. Keputusan yang diambil harus mampu memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat melalui pemerataan akses digital yang berkualitas, serta memperkuat industri telekomunikasi nasional agar semakin kompetitif dan efisien," imbuh Gde Sumarjaya.
Langkah Telkom melalui InfraCo/TIF itu akan terus dipantau oleh Komisi VI DPR RI, sebagai upaya kolaboratif antara pemerintah, BUMN, dan parlemen dalam menuntaskan isu kesenjangan digital di Indonesia.
Diberitakan sebelumnya, Telkom bersama anak usahanya, Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF) telah menandatangani Kesepakatan Pemisahan Bersyarat atau Conditional Spin-off Agreement (CSA). Pemisahan ini disebut sebagai proses pemisahan sebagian Bisnis dan Aset Wholesale Fiber Connectivity dari Telkom kepada TIF.
Direktur Utama Telkom Dian Siswarini menegaskan bahwa langkah ini merupakan strategi untuk menjawab kebutuhan konektivitas berkapasitas tinggi di tengah pesatnya transformasi digital.
"Keberadaan TIF tidak hanya memperkuat posisi TelkomGroup sebagai penyedia infrastruktur digital utama di Indonesia, namun sekaligus memungkinkan kami menghadirkan layanan generasi terbaru yang lebih kompetitif serta memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pelanggan," jelas Dian dikutip dari pernyataan tertulis, Selasa (21/10/2025).
Setelah aksi korporasi dilaksanakan, TIF akan memiliki lebih dari 50% dari total aset infrastruktur jaringan fiber Telkom yang meliputi segmen access, aggregation, backbone, serta infrastruktur pendukung lainnya, dengan nilai transaksi bisnis dan aset mencapai Rp.35,8 triliun.
Meskipun Telkom memiliki lebih dari 99,9% saham TIF, TIF berkomitmen akan beroperasi secara netral dalam menyediakan layanan wholesale fiber connectivity kepada pelanggan eksternal maupun internal Telkom untuk memastikan tersedianya konektivitas berkualitas tinggi dengan jangkauan luas yang selaras dengan arah strategis perusahaan.
(agt/agt)