Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Remaja Australia Didepak dari Medsos, PM: Baca Buku Saja

Remaja Australia Didepak dari Medsos, PM: Baca Buku Saja


Fino Yurio Kristo - detikInet

Friends group having addicted fun using mobile smart phone - Close up of people hands sharing content on social media network with smartphone - Technology concept with millenials online with cellphone
Foto: Getty Images/iStockphoto/ViewApart
Jakarta -

Larangan media sosial bagi anak dan remaja di bawah usia 16 tahun di Australia resmi berlaku. Ini adalah langkah pertama di dunia oleh sebuah negara untuk melindungi anak-anak dari kecanduan ponsel dan bahaya online.

Mulai sekarang, sejumlah platform media sosial akan menghadapi denda hingga 50 juta dolar Australia jika mereka tidak mengambil langkah-langkah untuk mencegah anak-anak dan remaja di bawah 16 tahun memiliki akun media sosial.

Dalam sebuah pesan video, Perdana Menteri Anthony Albanese mendorong anak-anak untuk memanfaatkan liburan sekolah yang akan datang sebaik-baiknya, daripada menghabiskan waktu dengan menggulir layar ponsel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mulailah olahraga baru, pelajari alat musik baru, atau bacalah buku yang sudah lama tersimpan di rak buku kalian. Yang terpenting, habiskan waktu berkualitas bersama teman dan keluarga kalian secara tatap muka," kata Albanese yang dikutip detikINET dari ABC.

ADVERTISEMENT

Meskipun langkah ini didukung oleh banyak orang tua, sejumlah anak di kota-kota daerah mengatakan larangan ini akan memperparah isolasi sosial bagi beberapa remaja. Bahkan dua remaja menggugat aturan itu hingga ke Pengadilan Tinggi.

Para remaja berusia 15 tahun tersebut didukung oleh Digital Freedom Project, yang mengklaim bahwa undang-undang ini membatasi hak atas kebebasan komunikasi politik.

Di sisi lain, anak muda lainnya menyambut baik larangan ini. Mereka mengaku kesal dengan cara perusahaan teknologi membuat mereka terus terpaku dengan menggunakan data mereka untuk mengembangkan algoritma yang adiktif.

Terlepas dari kekhawatiran seputar penerapan kebijakan tersebut, mantan CEO Facebook Australia dan Selandia Baru, Stephen Scheeler, mengatakan ia merasa ini adalah momen sabuk pengaman bagi media sosial.

"Ada yang berpendapat regulasi yang buruk lebih parah daripada tak ada regulasi sama sekali dan kadang itu benar. Namun menurut saya dalam kasus ini, regulasi tak sempurna sekalipun masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali atau lebih baik dari situasi sebelumnya. Mungkin ini akan berhasil, mungkin juga tidak tapi setidaknya kita coba melakukan sesuatu," cetusnya.

Larangan media sosial di Australia menandai pertama kalinya sebuah negara berupaya menghadapi raksasa teknologi besar dan dunia kini mengamati dengan saksama bagaimana perkembangannya.




(fyk/rns)