Negara tetangga RI, Australia, menerapkan pelarangan anak main medsos per Rabu, 10 Desember 2025. Mengikuti jejak Australia, Indonesia bakal merealisasikan pembatasan media sosial dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lainnya kemungkinan pada Maret 2026.
"Australia hari ini juga sudah melakukan pembatasan terhadap anak-anak di bawah 16 tahun. Indonesia sudah memiliki sejak Maret aturannya, sekarang dalam masa transisi," ujar Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid dalam acara 'Konferensi Pers Deklarasi Arah Indonesia Digital: Terhubung, Tumbuh, Terjaga', hari ini.
PP Tunas (Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025) memang telah ditandatangani pada Maret 2025. Dikatakan bahwa untuk saat ini, Indonesia sedang dalam masa persiapan dengan para platform besar untuk menyiapkan penyelenggaraannya pada tahun depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meutya turut menyinggung bahwa langkah serupa diikuti oleh banyak negara lain termasuk Malaysia yang baru akan memulai drafting. Sementara negara-negara Eropa, saat ini sedang mulai memperkenalkan aturan ini kepada publik.
"Kita untuk konsultasi publiknya sudah lewat, aturannya sudah jadi, ini menunggu implementasi mudah-mudahan di tahun depan bulan Maret sudah mulai bisa kita laksanakan melindungi anak-anak kita dengan melakukan penundaan akses akun kepada anak-anak di angka 13 tahun dan di angka 16 tahun, bergantung dengan risiko dari profil masing-masing platform," tegasnya.
Risiko platform dan klasifikasi usia
Saat ini, pemerintah belum merilis daftar kategori risiko platform yang ada. Akan tetapi, Meutya menekankan bahwa ketika platform masuk ke risiko tinggi, maka untuk membuat akun, anak harus berusia minimal 16 tahun dengan pendampingan orang tua.
"Untuk platform yang berisiko rendah, anak-anak dapat masuk di usia 13 tahun gitu ya. Tapi, 13 tahun itu dengan pendampingan orang tua juga," ucap Meutya.
Bagi yang bandel atau enggan menuruti, Meutya mengingatkan adanya sanksi yang mengintai. Sanksi tersebut antara lain sanksi administrasi dan denda, termasuk juga kemungkinan pemutusan akses.
"Mengenai sanksi-sanksi ini, nanti kami akan keluarkan Permen. Semua sedang kita gondok. Saat ini prosesnya adalah kita lakukan uji petik di mana anak-anak di Jogja sedang kita lakukan survei mereka kita berikan waktu untuk masuk ke PSE besar, lalu mereka akan memberikan feedback," terangnya.
Nah, dari situ pemerintah akan menilai profil risiko. Jadi, dalam menentukan profil risiko, bukan pemerintah sendiri yang turun tangan akan tetapi ada banyak tim termasuk para pemerhati anak, NGO, dan juga anak-anak itu sendiri.
"Jadi anak-anaknya harus didengar, karena aturan ini juga mengenai mereka," tutupnya.
(ask/ask)