Bicara kecerdasan buatan alias Artificial Intelligence (AI) sekarang bukan cuma urusan teknisi atau pengembang startup. Di dunia pendidikan tinggi Indonesia, AI mulai dirangkul serius.
Yang bergerak bukan hanya mahasiswa, tapi juga para dosen, yang menjadi garda terdepan dalam pendidikan bagi mahasiswa, penelitian dan ekosistem AI di Indonesia.
Hal ini tergambar dari gelaran workshop "Advancing AI Capacity in Indonesian Universities" yang dilangsungkan 26-27 Juli 2025 di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat. Acara ini digagas oleh Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan University of Southern California (USC), dengan pelaksanaan teknis oleh Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 60 dosen dan peneliti dari berbagai daerah seperti Batam, Jawa, Makassar, Kupang, hingga dari negeri jiran Malaysia berkumpul untuk satu misi: membangun kapasitas dan strategi integrasi AI ke lingkungan kampus.
"Workshop ini dirancang untuk memberikan pengalaman praktis dan koneksi lintas institusi," jelas Pramudita Satria Palar, S.T., M.T., Ph.D., anggota ALMI yang juga steering committee acara, dalam keterangan yang diterima detikINET, Rabu (30/7/2025).
Ia menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas dosen dalam menghadapi revolusi teknologi. ALMI sendiri memang menempatkan pengembangan AI di dunia pendidikan sebagai salah satu agenda penting. Workshop ini menyajikan sesi paparan tren, diskusi intensif, serta penyusunan kurikulum berbasis kebutuhan lokal.
Sementara itu Rektor UKI, Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono, menekankan pentingnya peran dosen dalam membangun ekosistem AI.
"Teknologi kecerdasan buatan semakin memiliki peran dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Para dosen berada dalam garda depan dalam mempersiapkan generasi yang mampu memahami, menggunakan, dan mengembangkan AI secara etis dan tepat guna," ujarnya.
Menurut Dhaniswara, AI tidak lagi hanya dibicarakan di lab atau forum teknologi. Dunia pendidikan punya tanggung jawab membentuk ekosistemnya, agar Indonesia tidak kehilangan momentum di tengah arus global AI yang makin deras.
Kehadiran USC membawa bobot internasional yang penting. Prof. Glenn Melnick, Guru Besar Kebijakan Publik dan Ekonomi Kesehatan dari USC Sol Price School of Public Policy, melihat potensi besar di Indonesia. "Kolaborasi semacam ini sangat penting untuk menciptakan konektivitas antara dunia akademik dan tantangan teknologi masa kini," katanya.
Ia menambahkan, melalui workshop ini, USC ingin berbagi praktik terbaik dan membangun jembatan pengetahuan dengan universitas-universitas Indonesia yang punya semangat inovatif dan inklusif.
Sementara itu, Holip Soekawan, Project Advisor UKI AI Center sekaligus alumni USC, memberikan refleksi menarik. Menurutnya, ketika kerja sama ini dimulai tahun lalu, perjalanan menuju Artificial General Intelligence (AGI) masih terasa seperti fatamorgana. Tapi sekarang, hanya dalam setahun, AGI makin mendekati kenyataan.
"Fatamorgana terbaru adalah ASI (Artificial Superintelligence), atau the new frontier, di mana AI diproyeksikan akan melampaui kemampuan manusia," ungkap Holip.
Ia menekankan pentingnya pemahaman AI yang dimulai dari komunitas pendidikan tinggi, serta pentingnya kolaborasi antar institusi dalam memperluas ruang belajar bersama.
(asj/fay)