OpenSignal Ungkap Biang Kerok 5G Indonesia Tertinggal
Hide Ads

OpenSignal Ungkap Biang Kerok 5G Indonesia Tertinggal

Agus Tri Haryanto - detikInet
Kamis, 30 Okt 2025 07:45 WIB
Ilustrasi 5G
OpenSignal Ungkap Biang Kerok 5G Indonesia Tertinggal Foto: Shutterstock
Jakarta -

Laporan terbaru OpenSignal menyoroti masih minimnya pemanfaatan spektrum 5G di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Melalui laporan bertajuk "Building ASEAN Digital Infrastructure: The Role of Spectrum", lembaga analisis jaringan global itu menyebut pemanfaatan pita frekuensi untuk 5G di wilayah ini masih jauh dari optimal.

OpenSignal mencatat, pita upper mid-band (sekitar 3,5 GHz) menjadi tulang punggung utama konektivitas di Asia Tenggara, dengan menyumbang sekitar 66% dari total pengukuran spektrum aktif. Namun, sebagian besar negara, termasuk Indonesia, belum sepenuhnya mengalokasikan atau memanfaatkan pita tersebut untuk jaringan seluler generasi kelima (5G).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Spektrum mid-band, seperti 3,5 GHz, sangat krusial untuk kecepatan tinggi dan kapasitas jaringan. Namun, penggunaannya di ASEAN masih tidak merata," tulis OpenSignal dalam laporannya yang dirilis belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Dalam konteks Indonesia, OpenSignal menilai alokasi spektrum 5G belum optimal. Pita 3,5 GHz yang menjadi "sweet spot" untuk 5G secara global masih terbatas penggunaannya. Akibatnya, sebagian besar jaringan di Indonesia masih bergantung pada 4G.

OpenSignal memuji operator seluler telah memberikan kemajuan dengan mematikan jaringan seluler lama. Akan tetapi, regulator yakni Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), belum melelang pita 700 MHz dan 2,6 GHz, yang masih kosong dan akan menyediakan cakupan serta spektrum kapasitas yang dibutuhkan industri.

"Yang lebih menantang lagi adalah pita 3,5 GHz, yang secara global diakui sebagai "titik optimal" untuk 5G, masih terikat dengan layanan satelit," tulisnya.

Kondisi ini membuat kualitas dan konsistensi jaringan broadband nasional belum optimal, terutama di luar wilayah perkotaan. OpenSignal juga menilai ketimpangan adopsi spektrum di antara negara ASEAN menyebabkan kesenjangan kualitas layanan digital di kawasan.
Spektrum, Kunci Inklusi Digital

Menurut OpenSignal, penyediaan spektrum yang memadai akan menentukan seberapa cepat negara-negara ASEAN bisa memperluas cakupan dan meningkatkan kualitas layanan broadband.

Pita frekuensi rendah cocok untuk memperluas jangkauan ke wilayah pedesaan, sementara pita tinggi seperti 26 GHz (mmWave) mendukung kapasitas dan kecepatan ultra-cepat.

"Tanpa ketersediaan spektrum yang cukup dan efisien, pembangunan infrastruktur digital akan terhambat," tulis laporan tersebut.

Laporan itu menegaskan pentingnya langkah proaktif dari pemerintah dan regulator di kawasan untuk mempercepat pelepasan spektrum baru, mengharmonisasi pita frekuensi, serta menciptakan kebijakan yang mendukung investasi infrastruktur digital.

Bagi Indonesia, hal ini mengindikasikan dengan mempercepat lelang 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz agar jaringan 5G dapat berkembang lebih luas dan merata.




(agt/afr)
Berita Terkait