Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tentang etika AI atau kecerdasan artifisial dijadwalkan rilis Desember 2023. Surat Edaran ini nantinya akan berfungsi sebagai panduan bagi para pemangku kepentingan, pengguna, dan pelaku usaha yang terkait dengan penggunaan AI.
"Surat Edaran (Etika AI) merupakan guideline saja, panduan, pedoman supaya tidak berada di ruang hampa, kira-kira begitu," kata Ketua Umum Kolaborasi Riset & Inovasi Kecerdasan Artifisial (KORIKA) Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, usai konferensi pers 'Kerja Sama Pengembangan LLM Bahasa Indonesia' di XXI Plaza Senayan, Kamis (30/11).
Disebutkannya, Indonesia bukan ikut-ikutan negara lain membuat panduan etika AI. Surat Edaran Etika AI menurutnya diperlukan mengikuti perkembangan teknologi AI secara global untuk mengantisipasi masalah yang ditimbulkannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bukan istilahnya fomo ya. Tapi kita memang harus punya guideline. Kalau kami dari KORITA sudah punya paling tidak 10 (panduan), 5 di antaranya dari kita sendiri, Pancasila. Jadi (poin) 1 sampai 5-nya sudah. Tinggal melengkapi yang 5 lagi," sebutnya.
Berbagai negara saat ini juga sedang berlomba membuat aturan terkait etika AI. Beberapa negara bahkan tak hanya membuat pedoman, tetapi juga disertai dengan sanksi atau denda bagi yang melanggar. Apakah Surat Edaran Etika AI di Indonesia juga akan demikian?
"Kalau Surat Edaran (AI) belum sampai (memberi sanksi/denda). Bakal sampai (memberlakukan sanksi/denda) kalau sudah keluar Peraturan Presiden, itu baru kita masuk ke dalam peraturan. Seperti Kominfo mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai Sistem Transaksi Elektronik misalnya, seperti itu," jelas Hammam.
![]() |
Ia menyebutkan pemerintah tidak terburu-buru membuat regulasi terkait AI mengingat teknologi ini cukup sulit diregulasi karena terus berkembang dan ibarat pedang bermata dua. Kehadiran AI diakui banyak pihak memiliki risiko besar, namun di sisi lain bisa dimanfaatkan untuk berbagai inovasi yang bisa membangun ekonomi bangsa.
"Tidak terburu-buru (menjadikan Undang Undang). Karena perkembangannya begitu banyak. Kita mengatur kalau hemat saya itu pada implikasi yang memiliki risiko yang berat. Seperti apa? AI dipakai dalam peperangan. Itu perlu diatur," sebutnya.
Dijelaskan juga olehnya, KORIKA dan BRIN saat ini sedang mengerjakan revisi Stranas AI dengan melibatkan masukan dari banyak pihak. Stranas AI merupakan arah kebijakan nasional dalam pengembangan teknologi kecerdasan artifisial. Sebelumnya, Hamam menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan Stranas AI dengan memperhatikan dan memperhitungkan isu-isu yang ada di lingkungan strategis nasional negara lain, baik regional maupun global.
"Kita sedang mengupayakan agar Stranas bisa segera direvisi untuk mengadopsi berbagai perkembangan terakhir ini. Sekarang kan ada Kementerian Ekonomi, BRIN, ada dari Kementerian Kominfo juga, kami bersama-sama mengupayakan revisi terhadap Stranas," kata Hamam.
Hamam berharap revisi Stranas AI bisa diselesaikan segera, paling lambat sebelum musim Pemilu 2024 berlangsung. "Saya berharap sebelum Pemilu kita sudah punya Stranas, supaya bisa dipakai untuk implementasinya di 2024. Kalau nggak, terlambat lagi kita," sebutnya.
(rns/rns)