Di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, sesekali muncul pesut. Penampakan wujudnya yang bulat dengan kepala tumpul, dan sirip kecil mungkin terlihat gemoy dan lucu. Namun kenyataannya, hidup lumba-lumba air tawar ini jauh dari aman.
Pesut Mahakam menghadapi ancaman serius kerusakan lingkungan akibat pertambangan dan hutan gundul. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), makhluk ini tersisa sekitar 62-64 ekor saja di habitat aslinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam studi peneliti Yayasan Konservasi RASI, Danielle Kreb menyebutkan bahwa pesut Mahakam adalah hasil evolusi panjang sejak zaman es.
"Perubahan laut dan darat pada zaman es menjebak sejumlah lumba-lumba di air tawar dan mengharuskannya beradaptasi. DNA pesut Mahakam berbeda bila dibandingkan dengan pesut yang hidup di perairan air asin," ujar Danielee seperti dikutip dari Mongabay.
Jumlah pesut Mahakam berkurang drastis karena tidak adanya daya dukung yang baik di habitatnya. Dalam rentang waktu 1995-2018, rata-rata ada empat individu pesut Mahakam mati per tahun.
Danielle mengatakan kematian Pesut 66% disebabkan oleh rengge, yakni alat tangkap tradisional nelayan lokal. Sehingga, dia pun mengusulkan agar Pemda perlu membuat program penggunaan rengge yang lebih kecil agar pesut tidak terjebak, sehingga nelayan bisa tetap melaut dan populasi Pesut tetap terjaga.
Namun ancaman terbesar datang dari aktivitas industri. Sejak 20 tahun silam, perusahaan kayu dan batu bara beroperasi di Teluk Balikpapan. Tumpahan minyak, lalu lintas kapal ponton batu bara, tanker minyak semakin sering hilir mudik mengancam pesut. Sebagai hewan yang menggunakan sonar untuk hidup, polusi suara mengganggu sistem navigasi hewan ini. Tak jarang kematian Pesut juga disebabkan tertabrak kapal.
Di sisi hulu, hutan gundul akibat deforestasi dan penebangan liar membuat aliran sungai semakin deras dan keruh. Sedimentasi yang terus meningkat merusak ekosistem alami, mengurangi populasi ikan yang menjadi sumber makanan pesut.
Upaya konservasi mendesak
Pemerintah dan lembaga konservasi seperti RASI dan WWF Indonesia mulai mengambil langkah serius, antara lain menetapkan zona konservasi di hulu Sungai Mahakam, membatasi lalu lintas kapal di area kritis, melarang alat tangkap berbahaya dan memberi edukasi kepada masyarakat lokal, serta mengajak masyarakat ikut patroli dan monitoring pesut secara rutin.
Namun para ahli menegaskan, tanpa pemulihan hutan dan pengurangan dampak pertambangan, upaya ini tidak akan cukup. Pesut Mahakam membutuhkan sungai yang bersih, tenang, dan ekosistem yang stabil agar bisa bertahan.
Melindungi pesut berarti menjaga sungai dan hutan, menahan pertambangan tak terkendali, dan memastikan pembangunan tidak mengorbankan makhluk hidup yang telah beradaptasi ribuan tahun. Jika tidak, kita akan kehilangan pesut Mahakam, yang berarti juga kehilangan bagian penting dari warisan alam Indonesia.
(rns/rns)











































