Mamikos aplikasi yang mengurus soal kos dan kontrakan di Indonesia ini memiliki 6 juta anak kos setiap bulannya. Selain itu, aplikasi ini sudah digunakan oleh lebih dari 150 ribu pemilik kos.
Di tengah pandemi COVID-19, tantangannya menjadi lebih kompleks. Sebab, pasar Mamikos biasanya adalah pekerja dan mahasiswa di dekat kampus atau kantor mereka. Rata-rata memang ada penurunan, namun masih ada cara untuk mengatasinya.
"Sebenarnya, bukan benar-benar tidak ada market, kami ada demand cukup besar tetapi beda karakter dan tren. Pemilik kos yang kemudian yang sudah confident dengan market mereka sekarang jadi ikut bergabung," katanya di sela acara 'Mengoptimalkan Kontribusi Startup Sebagai Enabler Digitalisasi UMKM/Bisnis Rumahan Melalui Pendayagunaan Cloud' dari Amazon Web Services, Selasa (7/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sandiaga Uno: Jeff Bezos is My Idol! |
Mamikos pun memanfaat layanan dari Amazon Web Services untuk membantu melakukan pengamatan dari perubahan pola dan memberikan solusi nyata pada pemilik kos.
"Ini membantu kami capture data pengguna sehingga menganalisa data tersebut. Dan tiap daerah berbeda, estimation rate saja berbeda sehingga kebijakan juga berpengaruh juga terhadap permintaan kosan. Kami melakukan eksplorasi di kapabilitas analitis," jelas Anggit.
Misalnya, ketika sistem melihat adanya overload pada permintaan kosan pria sementara kosan wanita lebih sepi, data market bisa ditransfer sehingga pemilik kosan bisa menyesuaikan. Mungkin dengan mengalihkan sebagian kamar untuk kebutuhan berbeda, menjadi kamar kosan pria atau kamar kosan pasutri misalnya.
"Yang kami lakukan, kami bantu pengelolaan. Rekomendasi ketika ngekos bagaimana dapat return-nya, kira-kira berapa per tahunnya, jadi supaya untung," tandasnya.
(ask/fay)