Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Ditemukan Fosil Manusia Berkaki Kecil, Kemungkinan Spesies Baru

Ditemukan Fosil Manusia Berkaki Kecil, Kemungkinan Spesies Baru


Aisyah Kamaliah - detikInet

Manusia Purba
Little Foot. Foto: Jesse Martin
Jakarta -

Ada temuan kerangka yang mengejutkan. Manusia ini berkaki kecil dan dikatakan tidak cocok dengan spesies yang telah ada. Kemungkinan dia adalah spesies baru.

Manusia ini dijuluki dengan nama 'Little Foot' atau StW 573. Tim peneliti yang menemukan Little Foot mengatakan belum dapat mengetahui di mana manusia ini cocok untuk perspektif evolusioner, akan tetapi temuan ini dapat menjadi peluang untuk mengungkapnya.

Melansir IFLScience, dulunya ada hominin berkeliaran di Afrika selatan lebih dari 2 juta tahun lalu. Spesies paling dikenal dari era dan waktu ini adalah Australopithecus africanus, meskipun apakah mereka merupakan nenek moyang manusia modern masih diperdebatkan. Tahun 1948, fosil yang ditemukan di Makapansgat di Afrika Selatan dideskripsikan sebagai spesies baru, Australopithecus prometheus, karena dianggap telah menggunakan api.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Saat ini, Dr Jesse Martin dari Universitas Latrobe mengatakan kepada IFLScience, sebagian besar paleoantropolog menganggap ini sebagai kesalahan. Fosil yang diidentifikasi sebagai A. prometheus sangat mirip dengan A. africanus sehingga pandangan dominan menyatakan bahwa keduanya dapat dengan mudah kawin silang dan termasuk dalam satu spesies, tetapi beberapa tetap berpegang pada identitas unik A. prometheus.

Pada tahun 1998, sebuah penemuan dilakukan di Sterkfontein, Afrika Selatan. Temuan ini kemudian telah terbukti sebagai salah satu spesimen terlengkap yang pernah ditemukan dari hominin yang telah punah. Pengambilan kerangka yang begitu luas dari batuan padat berlangsung lambat.

Ketika Ronald Clarke memeriksa kerangka Little Foot pada tahun 2019, ia mencatat kemiripan dengan fosil Makapansgat asli dan melaporkan keajaiban fosil ini sebagai milik A. prometheus.

Martin mengatakan sebagian besar komunitas paleontologi menyimpulkan bahwa ini merupakan fosil A. africanus, karena mereka menganggap keduanya dapat dipertukarkan. Martin dan murid-muridnya berpikir demikian sampai mereka mulai memeriksa bagian tengkorak Little Foot yang cocok dengan fragmen yang menjadi dasar deskripsi asli A. prometheus pada tahun 1948.

Nah, di sanalah tim menemukan tiga perbedaan utama hanya di satu area di bagian belakang tengkorak ini. Dalam hal bentuk tengkorak, Little Foot memiliki lebih banyak kesamaan dengan hominin yang jauh lebih tua daripada yang awalnya dikenal sebagai A. prometheus, atau yang secara universal diakui sebagai A. africanus. Namun Little Foot jelas memiliki ciri-ciri di tempat lain.

"Fosil ini tetap menjadi salah satu penemuan terpenting dalam catatan hominin dan identitas aslinya sangat penting untuk memahami masa lalu evolusi kita," kata Martin dalam sebuah pernyataan.

Yang tim peneliti tahu ialah ada dua spesies hominin hidup di daerah ini. Tetapi mereka tidak tahu di mana Little Foot berada dalam pohon keluarga, tidak tahu sejarahnya dan apakah ada sesuatu yang berevolusi darinya. Ketika berbicara tentang keanekaragaman manusia, khususnya di Afrika Selatan, ceritanya menjadi lebih kompleks setiap kali tim peneliti menggali tanah.

Bahkan usia Little Foot pun masih diperdebatkan. Satu metode memberikan perkiraan 2,6 juta tahun, yang lain lebih dari 3 juta tahun, dan makalah telah diterbitkan yang memperdebatkan mengapa masing-masing lebih mungkin benar.

"Kami pikir jelas (fosil ini -- red) bukan A. prometheus atau A. africanus. Ini lebih mungkin kerabat manusia yang belum teridentifikasi sebelumnya," jelas Martin.

Tim belum menamai spesies baru tersebut, baik karena mereka hanya mendeskripsikan sedikit bagian fosil dan karena mereka ingin bersifat konsultatif.

"Langkah selanjutnya adalah menilai keseluruhan fosil untuk menentukan spesies apa yang diwakili Little Foot," terangnya.

Intinya, perbedaan utama antara tengkorak Little Foot dan A. africanus meliputi cara penyambungan sutura, puncak sagital yang lebih mirip dengan jantan dari spesies yang jauh lebih besar seperti gorila, dan tonjolan yang menonjol yang dikenal sebagai protuberans oksipital eksternal. Studi ini dapat diakses secara terbuka di American Journal of Biological Anthropology.




(ask/ask)







Hide Ads