Badai Matahari dahsyat yang melanda Bumi pada 8 Maret 1582 diperkirakan bisa terjadi lagi di abad ini. Sering dikaitkan dengan kiamat, sebenarnya seperti apa ancaman badai Matahari?
Bagi sebagian besar orang, badai Matahari terdengar menyeramkan. Apalagi fenomena ini memang dianggap sebagai salah satu ancaman dari antariksa selain sampah antariksa dan asteroid.
Dalam wawancara detikINET dengan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin di 2019, Djamal menyebutkan bahwa sebenarnya badai Matahari tidak perlu ditakutkan karena Bumi kita punya pelindung untuk menangkalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Badai Matahari sejak zaman dahulu pun sudah ada. Tapi karena Bumi punya pelindung yang kuat, Bumi aman-aman saja," ujarnya.
Dijelaskan olehnya, Bumi punya dua pelindung yang kuat, pertama adalah lapisan magnetosfer atau medan magnet yang melindungi dari partikel energetik atau berenergi tinggi berisi proton dan elektron, sehingga tidak membahayakan manusia di Bumi.
Kedua, ada lapisan ozon yang melindungi radiasi ultraviolet dari Matahari. Karena pada saat badai Matahari terjadi, terjadi peningkatan pancaran partikel energetik atau partikel berenergi dan radiasi dari Matahari.
Belakangan, orang menjadi sangat peduli dengan fenomena badai Matahari. Bahkan pernah ketika menjelang tahun 2012, orang sempat heboh membahas badai Matahari seolah-olah sebagai penyebab terjadinya kiamat. Sebenarnya, dampak seperti apa yang ditimbulkan badai Matahari?
"Membahayakannya bukan pada kehidupan tapi bagi teknologi di antariksa. Ketika satelit-satelit itu terkena badai Matahari, dan jika proteksi satelit itu gagal mengatasinya, tentu instrumen di satelit itu rusak. Kalau satelitnya rusak, maka layanan-layanan yang memanfaatkan satelit itu akan terganggu," terang lulusan S3 Astronomi Kyoto University ini.
Jadi, meski tidak membahayakan makhluk hidup di Bumi, badai Matahari berdampak secara tidak langsung terhadap kehidupan. Pasalnya, layanan berbasis satelit sudah jadi kebutuhan manusia modern. Sebut saja untuk komunikasi, broadcasting dan komunikasi data perbankan misalnya, semua itu sangat bergantung pada satelit.
"Ketika satelit Telkom 1 mengalami gangguan di 2017 misalnya. ATM yang memanfaatkan satelit itu menjadi offline dan sekian banyak pengguna tidak bisa terlayani," Djamal memberikan contoh.
Bayangkan jika yang terkena gangguan bukan hanya satu satelit, tetapi banyak satelit, tentu akan menimbulkan kekacauan. Nah, hal inilah yang dikhawatirkan, sehingga badai Matahari menjadi perhatian.
Bagi para pembuat satelit, mereka harus bisa membuat proteksi satelit. Sementara bagi operator satelit, mereka harus bisa melakukan langkah-langkah pengamanan ketika terjadi badai Matahari ekstrem.
"Ini sesungguhnya sudah diantisipasi oleh operator satelit. Tapi dalam kondisi seperti badai Matahari ekstrem lalu sistem proteksinya mengalami kegagalan, bisa saja sistem satelitnya terganggu, itu yang dikhawatirkan. Kalau terganggu, tergantung satelit ini fungsinya apa. Apakah telekomunikasi, broadcasting, navigasi atau sekadar pemotretan, maka sistem-sistem itu yang nantinya akan terganggu," urainya.
Selanjutnya: Dampak Badai Matahari pada Indonesia