Dua stasiun televisi RCTI dan iNews mendadak jadi perhatian publik setelah mengunggugat UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya meminta setiap siaran yang menggunakan internet, seperti live di media sosial, seperti YouTube, Instagram, hingga Facebook tunduk pada UU Penyiaran.
Gugatan RCTI tersebut diajukan karena khawatir konten yang muncul di live pada media sosial itu bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Begini round gugatan RCTI terhadap UU Penyiaran.
1. Gugatan RCTI dan iNews
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permohonan pengujian UU Penyiaran itu ditandatangani Dirut iNews TV David Fernando Audy dan Direktur RCTI Jarod Suwahjo. Mereka mengajukan judicial review Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran yang berbunyi:
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
"Bahwa apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran antar penyelenggara penyiaran. Konsekuensinya bisa saja penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet tidak berasaskan Pancasila, tidak menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, tidak menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa," demikian bunyi alasan judicial review RCTI-iNews TV dalam berkas itu.
2. Terancam Tak Bisa Live di Media Sosial
Dampaknya, apabila gugatan RCTI dan iNews itu dikabulkan oleh MK, maka masyarakat tidak bisa lagi untuk menggunakan fitur live yang ada di berbagai media sosial, sebut saja seperti Instagram, Facebook, TikTok, Twitter, sampai Bigo Live.
"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, YouTube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli.
Dengan demikian, Ramli menyebut adanya kemungkinan menutup siaran pada aplikasi tersebut jika tidak mengajukan izin. Terlebih bila kegiatan dalam media sosial itu dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.
"Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," ucapnya.
Selanjutnya Ramli mengungkapkan perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu akan menjadi pelaku penyiaran ilegal. Dengan demikian, aparat penegak hukum akan menertibkan itu lantaran penyiaran ilegal termasuk perbuatan melanggar hukum.
3. RCTI Jadi Trending Topic
Alhasil, Topik RCTI menjadi trending topic papan atas di Twitter Indonesia pada Kamis (27/8/2020). Netizen berbondong-bondong membahas kemungkinan ditutupnya fitur live di media sosial.
Tak sedikit dari netizen tersebut yang memprotes gugatan RCTI terhadap UU Penyiaran.
"Bayangin kalo gugatan RCTI disahkan. Ada orang live di Instagram yg nonton cuma 10 orang, gak punya hak siar terus harus kena pidana. Ntar dipenjara ditanya sama napi senior "kasus apa bro???""Live di IG bos"," sergah seorang netizen soal UU penyiaran itu.
"So instead of being more creative to stay for good in the industry, RCTI decided to be such a big whiner and close down the entire social medias," tulis yang lain, menyebutkan bahwa seharusnya stasiun televisi lebih kreatif daripada ingin membelenggu media sosial.
"RCTI not oke bro," tulis yang lain. "RCTI sebaiknya batalkan gugatan konyol dan tidak penting itu, kenapa tidak meningkatkan diri sendiri?" sebut komentar berikutnya.
Atas polemik UU Penyiaran ini, Ramli menyarankan adanya pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.