Sebuah hasil penelitian mengungkap bahwa sebagian besar orang masih tidak setuju dengan pesawat yang dioperasikan secara otomatis. Dengan kata lain, terbang dan mendarat semuanya dioperasikan tanpa bantuan pilot.
Dari laporan yang diedarkan oleh bank UBS itu menunjukkan bahwa 54% dari 8.000 responden menolak terbang dengan pesawat tanpa pilot, tak peduli biaya yang ditawarkan murah sekalipun. Sementara 17%-nya setuju dengan pesawat tanpa pilot.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara bila dilihat dari kategori umur, mereka yang setuju dengan pesawat tanpa pilot rata-rata berada di rentang usia 18 sampai 34 tahun. "Ini menjadi pertanda baik bagi teknologi seiring dengan bertambahnya usia penduduk," tulis UBS.
Pemikiran pesawat tanpa pilot ini sendiri mengacu pada sejumlah kasus kecelakaan pesawat. Menurut Boeing, sekitar 80% kecelakaan pesawat disebabkan karena kesalahan pilot, sementara 20%-nya karena kegagalan mesin dan sebagainya.
Tidak hanya itu, keuntungan lain yang bisa dilihat dari pesawat tanpa pilot adalah penghematan industri. Dari hasil estimasi UBS industri pesawat terbang mengeluarkan biaya lebih dari USD 30 miliar untuk pilot tiap tahunnya. Karenanya, mengganti pilot dengan komputer jelas disebut bisa menghemat.
Meski banyak keuntungan, responden khawatir terhadap keandalan teknologi terutama dari segi keamanan. Muncul ketakutan apabila nantinya ada hacker yang bisa menyusup ke sistem on-board atau mungkin sulitnya komunikasi ke darat selama penerbangan. (mag/afr)