Pembangunan BTS 4G di Daerah 3T Perlu Diapresiasi, Tapi...
Hide Ads

Pembangunan BTS 4G di Daerah 3T Perlu Diapresiasi, Tapi...

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Rabu, 20 Apr 2022 19:45 WIB
Telkomsel melakukan persiapan jelang gerhana matahari total di Belitung. Secara total Telkomsel mengoperasikan 15 BTS 4G untuk melayani pelanggan.
Ilustrasi BTS 4G. Foto: Pool
Jakarta -

Progress pembangunan menara pemancar atau base transceiver station (BTS) 4G di daerah 3T oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI), disebutkan telah mencapai 86% progress pembangunannya untuk pemerataan akses telekomunikasi. Hal ini dinilai perlu diapresiasi.

Namun demikian menurut Agung Harsoyo, Pengamat Telekomunikasi yang juga mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), agar pembangunan BTS 4G tersebut kredibel dan sesuai dengan tata kelola yang baik (GCG), perlu dilakukan verifikasi lebih mendalam terkait progresnya.

"Verifikasi ini menjadi sangat penting agar klaim progress pembangunan yang dilakukan BAKTI mendapat pengakuan (validasi) dari lembaga-lembaga yang terkait seperti Inspektorat Jenderal Kominfo dan Kemenkeu maupun BPK. Dengan demikian kredibilitas BAKTI sebagai pelaksana pembangunan tetap terjaga dengan baik," terang Agung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut disampaikan Agung hal yang perlu diperhatikan juga dalam pembangunan BTS ini adalah terkait perangkat yang digunakan. Perangkat yang akan dan sudah terpasang di menara pemancar menurutnya harus dilakukan pemeriksaan terkait kualitasnya dengan parameter RAS (Reliability, Availability dan Security).

"Keandalan (reliability) dari perangkat sangat penting, apakah cepat rusak atau tidak. Kemudian ketika terjadi kerusakan, bagaimana dengan ketersediaan (availabilty) suku cadangnya. Jangan sampai ketika terjadi kerusakan baru dipesan dan dibuatkan oleh pabrikan sehingga membutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan," jelas Agung.

ADVERTISEMENT

Yang terakhir dijelaskan Agung terkait security pada parameter pemeriksaan tersebut sangat erat hubungannya dengan resiko yang akan terjadi baik yang menyangkut keuangan maupun layanan dari penggunaan perangkat dalam pembangunan BTS oleh BAKTI.

Oleh karena itu menurut Agung, jangan sampai pembangunan BTS ini menggunakan perangkat yang tidak jelas merek dan kualitasnya. Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah juga bisa melakukan benchmark mengenai penggunaan perangkat tersebut di industri terkait baik di dalam maupun luar negeri.

Halaman selanjutnya: Menjaga kualitas layanan >>>

Menjaga Kualitas Layanan

Hal senada juga disampaikan Alamsyah Saragih, Praktisi Kebijakan Publik. Menurutnya, program ini memang perlu diapresiasi hanya saja jangan sentimentil dan over exposed tentang kesulitan alam dan keamanan karena akan tampak manajemen tidak professional mengingat semua orang tahu kalau daerah 3T itu ada di medan yang sulit.

"Kinerja tetap harus dikritisi, tidak semua tempat harus angkut barang pakai kerbau, kuda dan helikopter. Ini namanya dramatisasi kesulitan yang terkesan seolah ada management failure yang ditutupi dan tata kelola yang buruk," ucap Alamsyah.

Terkait pemeriksaan kualitas perangkat yang terpasang di Menara pemancar juga harus diperhatikan mengingat seluruh BTS yang dibangun oleh BAKTI akan digunakan oleh operator seluler untuk memberikan layanan kepada masyarakat di sekitar.

Karena di BTS yang dibangun oleh BAKTI seluruh perangkat aktif dan pasif disediakan oleh BAKTI Kominfo dan menurut Alamsyah operator tidak memiliki kuasa untuk menentukan BTS terbaik yang akan digunakan di daerah USO. Bahkan operator selular tak dilibatkan dalam penentuan perangkat aktif BTS yang akan dipergunakan. Operator selular baru akan berperan ketika BAKTI Kominfo sudah memberi informasi kalau BTS USO sudah siap untuk dikoneksikan dengan jaringan milik operator.

Karena tak memiliki kuasa menentukan perangkat aktif di BTS USO, Alamsyah memastikan operator selular tak bisa menjamin service level agreement (SLA) yang setara di wilayah 3T. Berbeda dengan BTS yang dibangun sendiri oleh operator selular. Selain itu karena BTS USO berasal dari APBN dan perangkatnya dikelola penuh BAKTI Kominfo, maka ketika ada kerusakan, semua menjadi tanggung jawab BAKTI Kominfo.

"Kita ketahui bersama selama ini BAKTI tak pernah melakukan perbaikan BTS. Selama ini perbaikan BTS USO dilakukan oleh operator. Ini berpotensi menambah beban Negara. Karena menggunakan dana APBN maka status kepemilikan BTS adalah barang milik Negara. Padahal BTS memiliki depresiasi yang sangat besar. BPK harus memeriksa SLA BTS USO yang dibangun BAKTI sama seperti mereka memeriksa SLA BTS USO yang dibangun operator selular,"ungkap Alamsyah.

Berdasarkan informasi yang didapat, Alamsyah mengungkapkan dari 7.904 BTS USO yang dikelola BAKTI, belum ada satupun yang terhubung dengan jaringan (Mobile Switching Center- MSC) operator selular. Hal lain, diperkirakan BAKTI berisiko menerbitkan berita acara serah terima BTS yang dibangun oleh vendor namun belum tentu sesuai dengan standar pelayanan masing-masing operator.

"Harusnya kalau BAKTI mengatakan BTS USO sudah selesai, bisa dicek berapa perangkat terkoneksi dengan MSC operator. Agar pembangunan BTS USO transparan BPK bisa melakukan validasi klaim BAKTI tersebut," pungkas Alamsyah.