Roaming nasional dianggap tak memberikan manfaat pada pertumbuhan jaringan seluler di Indonesia, malah mungkin malah akan berdampak negatif.
Hal ini diutarakan oleh Dr Ir Mohammad Ridwan Effendi, MA Sc, Ketua Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro, STEI ITB, yang menyebut roaming nasional ini memberikan lebih banyak mudarat ketimbang manfaat.
Menurutnya dampak negatif yang langsung terlihat adalah operator akan semakin malas untuk membangun jaringan. Karena itulah Ridwan meminta Kominfo tak lagi memberikan izin roaming nasional untuk operator pemilik izin jaringan bergerak seluler.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, operator punya lisensi penyelenggaraan jaringan bergerak seluler nasional. Jadi menurut Ridwan, tak pantas bagi mereka untuk meminta izin roaming nasional ke Kominfo.
"Sebab saat ini operator selular yang beroperasi di Indonesia sudah memegang izin nasional. Ketika operator selular memegang izin nasional tugas dan kewajibannya dia adalah membangun jaringan telekomunikasi. Jika Kominfo mengizinkan roaming nasional maka operator yang selama ini sudah malas untuk membangun serta tak memenuhi komitment pembangunan akan dipastikan semakin malas untuk membangun," ungkap Ridwan, Jumat (19/3/2021).
Selain akan membuat operator semakin malas membangun, Ridwan menilai jika Kominfo memberikan izin roming nasional maka akan membuat iklim persaingan usaha tidak sehat. Seperti potensi terjadi kesepakatan harga atau persekongkolan menetapkan harga dan layanan telekomunikasi di pasar yang sama (relevant market) yang saling subtitusi.
Dampak negatif lainnya menurut Ridwan adalah bukan tak mungkin nantinya di beberapa daerah hanya akan ada satu penyedia jaringan seluler. Keberadaan hanya satu operator telekomunikasi di suatu daerah juga dinilai Ridwan tidak baik bagi ketahanan jaringan.
"Indonesia itu rawan bencana. Coba bayangkan jika di satu daerah hanya terdapat satu operator saja dan terjadi gangguan jaringan yang diakibatkan oleh kendala teknis atau bencana alam maka tak ada back up jaringan. Maka yang akan dirugikan tentunya adalah masyarakat di daerah tersebut. Idealnya di satu daerah harus ada lebih dari satu operator telekomunikasi," terang Ridwan.
Ridwan mengakui, awalnya memang pemerintah Indonesia pernah memberikan izin roaming nasional. Yaitu pada awal tahun 1984, tepatnya saat industri seluler mulai ada di Indonesia.
Namun kondisinya saat itu berbeda, di mana lisensi yang dimiliki operator saat itu masih bersifat regional. Alhasil operator yang tak memiliki hak dan tak memiliki komitmen untuk membangun di wilayah tertentu dapat melakukan kerja sama dengan operator yang punya lisensi di daerah tersebut.
Namun kini dengan seluruh operator telekomunikasi sudah mengantungi izin nasional dan pembangunan jaringan telekomunikasi sudah sangat masif dilakukan oleh operator selular, maka menurut Ridwan tak pantas lagi jika Kominfo memberi izin roaming nasional.
"Nggak pantas operator selular mendesak agar Kominfo mengeluarkan izin roaming nasional. Roaming nasional pas hanya diberikan kepada operator telekomunikasi pemegang izin regional. Apa lagi saat ini aturan mengenai roaming nasional juga sudah tak ada lagi. Yang ada hanya aturan menyewa jaringan. Menyewa jaringan itu berbeda dengan roaming nasional. Karena menyewa jaringan itu hanya sewa kapasitas. Bukan keberadaan," tutup Ridwan.
(asj/fay)