Secara mengejutkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membatalkan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz yang telah dimenangkan tiga operator seluler. Pengamat telekomunikasi menilai Kominfo punya utang transparansi ke publik.
Kominfo sebelumnya membatalkan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz karena ingin berhati-hati dan cermat lagi dalam menjalankan proses seleksi ini. Tujuannya antara lain agar dapat lebih selaras dengan ketentuan di dalam PP 80 Tahun 2015 yang mengatur PNBP di lingkungan Kementerian Kominfo.
Itu juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Komunikasi Dan Informatika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Direktur ICT Institute Heru Sutadi kejadian ini merupakan yang pertama kali sejak 2006, di mana lelang dilakukan secara terbuka, transparan, dan menghasilkan pemasukan besar bagi negara. Begitu juga para pemenang telah diumumkan ke publik.
"Yang perlu diketahui adalah rincian informasi mengapa dibatalkan. Apakah karena penawaran peserta lelang harganya sama, penyampaian dokumen pada jam yang sama, atau kenapa?" ujar Heru.
Heru juga mengkritisi alasan Kominfo yang menyebutkan bahwa pembatalan lelang frekuensi 2,3 GHz diambil dengan prinsip kehati-hatian yang menggugurkan Hutchison 3 Indonesia (Tri), Smartfren, dan Telkomsel jadi pemenang lelang.
"Kalau karena ada kecurangan di sisi operator, maka bid bond harus diambil oleh negara. Sementara, jika tidak ada kejelasan mengapanya, maka operator peserta lelang bisa menggugat secara hukum. Sebab, mereka kan dirugikan karena telah menyiapkan dokumen dan jaminan atau bond yang tentunya nilainya tidak kecil," tuturnya.
Hal tersebut yang dipandang Heru bahwa Kominfo punya utang untuk menjelaskan secara rinci pembatalan lelang frekuensi 2,3 GHz yang nantinya direncanakan untuk dipakai sebagai frekuensi 5G.
"Penyelenggaraan lelang kan juga menjadi bagian dari good dan open governance. Apalagi ini dipantau secara internasional," ucap mantan Komisioner BRTI ini.
Alasan PNBP yang disebut pemerintah juga, dikatakan Heru, itu terlalu umum, di mana harusnya itu bisa diantisipasi sebelumnya. Dengan pembatalan lelang frekuensi 2,3 GHz ini, pemerintah dinilai belum matang membuka tender frekuensi tersebut.
"Ada hal yang tidak matang dari proses seleksi. Artinya, lelang batal sehingga diperlukan lelang baru. Semoga operator masih berminat karena energi, waktu dan finansial mereka siapkan lelang ini pasti cukup besar," pungkasnya.
(agt/fay)