Keamanan data siber harus menjadi perhatian setiap pengguna perangkat mobile dan internet saat ini. Sebab, berbagai data pribadi maupun institusi dapat menjadi target kejahatan siber yang menimbulkan kerugian materil maupun immateril.
Chairman and Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Adri Sutedja mengatakan kesadaran akan keamanan siber di Indonesia tergolong rendah. Hal itu tercermin dari timpangnya anggaran penggunaan telekomunikasi dan layanan digital, dengan anggaran yang dikeluarkan untuk membangun keamanan siber oleh berbagai sektor industri.
"Investasi untuk layanan digital meningkat, infrastruktur juga meningkat, tapi cyber security tidak dipikirkan. Nah sementara kita sebagai user teknologi kita jadi berhadapan dengan risiko yang mungkin kita sendiri tidak siap untuk menghadapinya," kata Adri dalam Webinar 'Understanding Mobile Threat Landscape, Recent Trend, and 2021 Outlook' yang diselenggarakan oleh Telkomsel, Jumat (23/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adri memaparkan ancaman kejahatan siber mengintai berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, pelaku industri, sampai di level individu. Jenis kejahatannya pun beragam, seperti kebocoran data pribadi, peretasan, penipuan, dan lainnya.
Disampaikan Adri, pencurian data dapat terjadi saat pengguna smartphone mengunduh aplikasi, khususnya aplikasi tidak resmi, dan memberikan akses terhadap informasi dalam perangkat. Dengan begitu pembuat aplikasi dapat mengintip informasi pribadi, data penting terkait pekerjaan, bahkan mengakses kamera perangkat.
Kebocoran data perangkat juga dapat terjadi melalui jaringan WiFi yang tidak terenkripsi optimal. Alhasil saat perangkat smartphone atau komputer terhubung ke internet dari WiFi, ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang bisa melihat data di penyimpanan perangkat, lokasi, dan sebagainya.
"Ada phising melalui SMS, itu disebut SMIShing itu ada. Itu sekarang lagi marak orang biasanya menawarkan angin surga di SMS. 'Wah Anda menang undian sekian ratus juta untuk mendapatkan informasi lebih lanjut klik di sini', ketika Anda klik link yang diberikan, nah itu udah malicious, link itu bisa mengandung spyware, malware, dan beragam yang bisa membahayakan ke sistem kita," ulas Adri.
Aktivitas work from home (WFH), kata Adri, juga membuat ancaman siber meningkat. Sebab, orang-orang bekerja melalui koneksi internet di luar kantor yang tidak terjamin keamanannya, sehingga rentan terjadi kebocoran data pekerjaan individual maupun data confidential perusahaan.
"Kita sekarang karena pandemi terpaksa harus keluar dari perimeter konvensional kita di kantor yang sudah ada sistem pertahanannya, ada pagarnya, sekarang kita bekerja di rumah dengan koneksi internet yang belum ada pagarnya. Nah ini menjadi risiko terbesar," ulas Adri.
Sementara itu, Senior Director of Lookout Security Engineering International Tom Davison mengungkapkan, aktivitas dan pergerakan seseorang bisa dilacak dengan jelas dan mudah melalui perangkat mobilenya. Hal itu bisa terjadi ketika komponen-komponen aktif pada perangkat, seperti kamera dan mikrofon diretas.
"Jika saya bisa mencuri (akses) sistem pengawasan pada perangkat Anda, saya bisa mengakses kamera, mikrofon, SMS, kalender, lokasi. Dengan begitu saya bisa mengikuti jejak Anda. Apalagi jika Anda merupakan seseorang yang punya jabatan penting, seperti eksekutif senior perusahaan, Anda akan menjadi target yang menarik," ulas Tom dalam sesi webinar.
Ia mengingatkan pengguna perangkat mobile berhati-hati dalam menggunakan aplikasi mobile banking. Sebab, ketika data kredensial tercuri, maka aplikasi mobile banking dapat ditembus, sehingga dapat terjadi pencurian rekening.
Terkait keamanan data siber, dalam waktu dekat Telkomsel bekerja sama dengan Lookout akan merilis sistem keamanan perangkat mobile untuk melindungi data-data pengguna dari kejahatan siber.
(ega/ega)