Manipulasi Psikologis
Penjahat siber membidik calon korbannya secara acak. Akal bulus dijadikan senjata andalan untuk menggondol fulus. Eksekusi pamungkas tindakan kriminalitas ini meludeskan saldo dompet digital atau mobile banking milik korban.
Manuver curang dirancang sang eksekutor agar tak keblinger. Ia merangsek mengambil alih informasi pribadi dan rahasia semacam password email serta medsos, kode verifikasi atau One Time Password (OTP) dan nomor PIN m-banking yang selama ini disimpan rapat oleh pengguna platform digital. Modus phising atau pencurian data pribadi ini marak terjadi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siasat jahat berbasis rekayasa sosial atau manipulasi psikologis (magis) ini bukan meretas sistem teknologi dan komunikasi. Pelaku hanya mengeksplorasi titik kelemahan psikologis calon korban untuk merengkuh tujuan aktivitas durjana.
"Modusnya memanipulasi orang lain untuk merespons sesuai keinginan dia (pelaku). Sehingga korban mentransfer atau memberikan sejumlah uang," kata ahli psikologi klinis dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Aulia Iskandarsyah kepada detikcom.
"Tindakan seperti itu bentuk rekayasa sosial dengan teknik persuasi secara psikologis untuk mengarahkan perilaku seseorang sesuai dikehendaki," tutur Aulia.
Kementerian Kominfo memetakan lima modus kejahatan siber. Pertama yaitu data privacy dan phishing, kedua OTP fraud dan illegal masking, ketiga yakni SIM SWAP dan data forgery. Keempat berupa deface web, email serta account hijacking, serta kelima yaitu SMS, cracking, skimming dan conventional modus.
Menurut Aulia, manipulator psikologis memancing korbannya dengan informasi lewat SMS, email, telepon, atau aplikasi perpesanan. Pelakunya menyamar pegawai bank, operator ojek online, customer service, polisi, petugas rumah sakit dan lainnya.
Selanjutnya korban digiring untuk menerima telepon atau menelepon balik. Korban praktik 'magis' bisa menimpa remaja, dewasa dan orang tua. Pelaku penipuan jarak jauh ini mungkin juga tak mengenali profil korbannya kalangan papa atau kaya.
"Dia (pelaku) random saja, blast!" ucap Aulia yang merupakan lulusan program doktor di Medical Psychology, VU University Amsterdam, Belanda.
Selanjutnya: Penipu kena prank...