Sebagian besar masyarakat masih menganggap nuklir ibarat monster menyeramkan. Mendengar istilah nuklir dan radiasi, yang terbayang adalah sesuatu yang berbahaya, menimbulkan ledakan dahsyat serta radiasi mematikan.
Ihwanul Aziz, Peneliti Pusat Riset Teknologi Akselerator Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui anggapan itu tetap ada meski riset tentang nuklir sudah berkembang.
"Bayangan orang tentang nuklir itu bom, (bom atom) Hiroshima Nagasaki, (tragedi) Chernobyl, yang seram-seram," kata Aziz ditemui di acara INARI Expo 2024, di Cibinong, Jawa Barat, Kamis (8/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aziz menduga, mungkin itu juga salah satu penyebab minat masyarakat mengenal apalagi mempelajari dan mendalami nuklir terbilang minim. Karenanya, selain melakukan riset dan berbagai pengembangan, para peneliti di BRIN juga berupaya mengenalkan konsep nuklir pada para pelajar dan mahasiswa. Ini salah satunya dilakukan Aziz dan tim peneliti nuklir lainnya di acara INARI Expo 2024.
Di pameran riset dan inovasi ini, Aziz menjelaskan pemanfaatan nuklir salah satunya di bidang kesehatan dengan memperkenalkan prototype Siklotron DECY 13 yang sedang dikembangkan Pusat Riset Teknologi Akselerator Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN.
![]() |
Akselerator
Untuk diketahui, nuklir merupakan bentuk energi yang dilepaskan dari inti atom yang terdiri dari proton dan neutron. Prinsipnya adalah jika suatu unsur yang stabil diradiasi dengan neutron di dalam teras reaktor, maka sampel tersebut akan berubah menjadi unsur yang tidak stabil atau dikenal sebagai radioisotop.
Fasilitas utama untuk dapat menghasilkan radiasi adalah reaktor nuklir dengan jenis reaktor riset. Radioisotop dengan paparan radiasinya inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai tracer, alat analisis, diagnostik, dan terapi. Sedangkan siklotron merupakan salah satu fasilitas yang umum digunakan di seluruh dunia untuk memproduksi berbagai jenis radioisotop.
"Siklotron adalah salah satu teknologi akselerator yang menggunakan pemercepatan berbentuk melingkar. Akselerator adalah alat untuk pemercepatan partikel bermuatan. Partikel itu kan ada banyak, ada elektron, ada proton. Nah yang digunakan di sini adalah ion untuk menghasilkan proton," tutur Aziz menjelaskan fungsi Siklotron DECY 13.
Disebutkan Aziz, Siklotron DECY 13 merupakan alat pertama yang dibuat di Indonesia, dikembangkan di Pusat Riset Teknologi Akselerator BRIN. Siklotron ini akan dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kapasitas energinya.
![]() |
"Kalau Siklotron DECY 13 ini sesuai angka di belakangnya, energinya 13 mega elektronvolt. Ke depannya akan dikembangkan Scarla 30, yakni akselerator dengan skala lebih besar dengan energi 30 mega elektronvolt," jelasnya.
Pemanfaatan tenaga nuklir untuk bidang medis, salah satunya adalah radiofarmaka, yakni isotop radioaktif atau radioisotop dalam bentuk sediaan farmaka yang digunakan untuk aplikasi medis.
"Radio itu gelombang, farmaka itu obat, jadi radiofarmaka adalah obat yang memanfaatkan gelombang nuklir," kata Aziz seraya menambahkan bahwa seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi medis, radiofarmaka banyak diaplikasikan dalam bidang kedokteran nuklir untuk tujuan diagnostik atau terapi penyakit, khususnya kanker.
"Obat-obatan untuk pengobatan kanker itu diproduksi oleh reaktor. Nah, ketika akselerator ini sudah berhasil dibuat di Indonesia, itu akan bisa mensubstitusi atau melengkapi reaktor," jelasnya.
![]() |
Pengobatan Berbasis Teknologi Nuklir
Miftakul Munir, Peneliti Pusat Riset Teknologi Radioisotop Radiofarmaka dan Biodosimetri BRIN, memperkenalkan sejumlah inovasi pengobatan berbasis teknologi nuklir yang telah dikembangkan, antara lain:
- Kapsul I -131 untuk terapi Kit DTPA untuk diagnosis fungsi ginjal
- Kit Radiofarmaka Glutation untuk diagnosis kanker
- Kit EDTMP untuk terapi dan diagnostik kanker tulang yang bermetastasis
- Kit Etambutol untuk mendeteksi Tuberkulosis.
![]() |
"Yang benar-benar baru dari pengembangan di Indonesia adalah Kit Etambutol. Ini asli pertama kali diproduksi oleh Indonesia. Fungsinya adalah untuk mengetahui atau mendeteksi adanya tuberkulosis di luar paru-paru," kata Miftakul.
Dijelaskan Miftakul, para peneliti nuklir saat ini fokus mengembangkan berbagai terapi dan pengobatan kanker. "Kita fokus ke kanker. Jadi kita banyak menggunakan teknologi nuklir untuk men-terapi atau mengobati kanker. Jadi saat ini kita banyak mengembangkan teknologi ke arah situ," ujarnya.
Pengembangan Teknologi Nuklir
Fokus pengembangan teknologi nuklir untuk pengobatan kanker sesuai dengan arahan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Di acara yang sama, pada sesi terpisah, Handoko menyebut BRIN siap ikut andil dalam pengembangan dan riset teknologi nuklir.
![]() |
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, kata Handoko, BRIN adalah salah satu lembaga di bagian terdepan dalam pengembangan nuklir di Indonesia.
"BRIN itu adalah badan pelaksana, dalam strateginya tentu kami bekerja sama dengan Kementerian terkait untuk pemanfaatan nuklir ini, dan BRIN saat ini punya program khusus untuk percepatan terkait nuklir," ujarnya kepada awak media di sela-sela agenda INARI Expo 2024.
Adapun percepatan nuklir yang telah dilakukan BRIN, kata Handoko, adalah pengembangan reaktor untuk produksi radioisotop dan akselerator. "Kita di tahap pengembangan reaktor untuk (produksi) radioisotop dan akselerator untuk medis dan industri. Ini merupakan dasar dari pengembangan PLTN," jelasnya.
(rns/rns)