Seekor orang utan Sumatra bernama Rakus terlihat mengobati lukanya sendiri menggunakan tanaman obat. Ini pertama kalinya peneliti mengamati hewan di alam liar yang menggunakan tanaman obat untuk mengobati lukanya.
Peneliti dari Max Planck Institute of Animal Behavior di Jerman dan Universitas Nasional mengamati perilaku baru ini pada Juni 2022 di daerah riset Suaq Belimbing di Taman Nasional Gunung Leuser. Temuan ini dirilis di jurnal ilmiah Scientific Reports.
"Selama pengamatan harian terhadap orang utan, kami memperhatikan seekor pejantan bernama Rakus yang mengalami luka di bagian wajahnya, yang kemungkinan muncul setelah berkelahi dengan pejantan lain di wilayahnya," kata Isabelle Laumer, salah satu penulis studi dan ahli primata di Max Planck Institute of Animal Behavior dalam keterangan resminya, seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (4/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut hasil studi tersebut, Rakus mengoleskan getah dari batang dan daun Akar Kuning yang sudah dikunyah ke area luka di pipinya berulang kali selama tujuh menit. Kemudian Rakus lanjut mengunyah daun Akar Kuning selama kurang lebih setengah jam, sebelum mengoleskan daun yang sudah dikunyah ke bagian lukanya.
Setelah itu, luka di wajah Rakus perlahan mulai sembuh tanpa menimbulkan infeksi. Luka itu mulai menutup dalam lima hari setelah obat itu ditempelkan di wajangnya, dan dalam sebulan lukanya sudah sembuh sepenuhnya.
![]() |
Akar Kuning merupakan tanaman yang dikenal memiliki sifat antibakteri, antiinflamasi, dan pereda nyeri sehingga sering digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati luka. Tanaman ini juga bisa mengobati penyakit seperti disentri, diabetes, dan malaria.
Peneliti memperkirakan ini adalah pertama kalinya Rakus menggunakan metode ini untuk mengobati lukanya, atau mungkin Rakus meniru perilaku orang utan lain. Tapi mereka menyimpulkan bahwa Rakus berniat mengobati lukanya karena orang utan itu hanya mengoleskan obat ke area lukanya dan tidak pada bagian tubuh lainnya, serta durasi pengobatan yang dilakukan berulang-ulang.
"Ada kemungkinan bahwa pengobatan luka dengan Fibraurea tinctoria oleh orang utan di Suaq muncul melalui inovasi individu," kata Caroline Schuppli, ahli biologi evolusi dari Max Planck Institute of Animal Behavior.
"Orang utan di lokasi tersebut jarang memakan tanaman tersebut. Namun, mungkin ada individu yang tidak sengaja menyentuh luka mereka saat memakan tanaman ini dan secara tidak sengaja mengoleskan sari tanaman tersebut ke luka mereka," sambungnya.
(vmp/vmp)