Sejauh yang diketahui para astronom yang mempelajari alam semesta teramati, hanya sekitar 5% yang terdiri dari materi. Sisanya, atau sebagian besarnya, terdiri dari dark matter atau materi gelap (sekitar 27%) dan energi gelap (sekitar 68%).
Materi gelap adalah materi tak kasat mata yang tidak memancarkan cahayanya sendiri dan hanya berinteraksi dengan materi normal melalui gravitasi, yang buktinya dapat kita lihat di galaksi dan gugus galaksi. Namun mengingat jumlahnya lima kali lebih banyak dibandingkan materi biasa, para ilmuwan tentu saja mencari bukti langsung keberadaannya.
Salah satu pendekatan untuk menemukannya, mungkin berlawanan dengan intuisi karena materi gelap menjelaskan apa yang kita lihat di bintang dan galaksi, adalah dengan menuju ke bawah tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beberapa fasilitas bawah tanah di seluruh dunia tempat fisikawan mencari tanda-tanda Weakly Interacting Massive Particles (WIMPs), antara lain seperti mengukur dampak neutrino.
Idenya adalah bahwa WIMP harus melewati Bumi sepanjang waktu saat bergerak melalui ruang angkasa, sehingga untuk mendeteksinya kita hanya memerlukan detektor yang cukup sensitif untuk menangkap interaksi lemah tersebut.
"Dalam percobaan Stanford LUX-ZEPLIN, dua jaringan listrik besar menerapkan medan listrik melintasi volume cairan, yang mendorong elektron yang dilepaskan ke permukaan cairan," kata Hugh Lippincott, Associate Professor Fisika di University of California, Santa Barbara, dikutip dari The Conversation.
"Saat menembus permukaan, mereka ditarik ke ruang di atas cairan, yang berisi gas xenon, dan dipercepat oleh medan listrik lain untuk menciptakan kilatan cahaya kedua. Dua rangkaian besar sensor cahaya mengumpulkan dua kilatan cahaya ini, dan bersama-sama memungkinkan peneliti merekonstruksi posisi, energi, dan jenis interaksi yang terjadi," ujarnya lagi.
Detektor ini sangat mengesankan, dan bahkan jika mereka tidak mengetahui apa itu materi gelap, detektor dapat membantu membatasi apa yang bukan materi gelap. Namun masalahnya adalah jika menempatkannya di permukaan, mereka akan mendeteksi terlalu banyak kebisingan.
"Namun, di Bumi, kita terus-menerus dikelilingi oleh radioaktivitas dengan tingkat rendah dan tidak berbahaya yang berasal dari unsur-unsur jejak, terutama uranium dan thorium di lingkungan, serta sinar kosmik dari luar angkasa," lanjut Lippincott.
"Tujuan perburuan materi gelap adalah untuk membangun detektor sesensitif mungkin, sehingga dapat melihat materi gelap, dan menempatkannya di tempat setenang mungkin, sehingga sinyal materi gelap dapat terlihat di latar belakang radioaktivitas," jelasnya.
Oleh karena itu, detektor materi gelap ditempatkan jauh di bawah tanah. Di Ontario, Kanada, para ilmuwan harus melakukan perjalanan setiap hari sedalam 2 kilometer di bawah tanah, kemudian berjalan lebih jauh ke dalam tambang yang berfungsi untuk mencapai SNOLAB, laboratorium bersih terdalam di dunia.
Peristiwa yang tercatat dari eksperimen LUX-ZEPLIN, jauh di bawah Black Hills di South Dakota, terjadi sekitar lima kali sehari, jauh lebih rendah daripada triliunan peristiwa yang terdeteksi di permukaan.
Namun, para ilmuwan telah mengesampingkan materi gelap sebagai penyebab potensial dari semua hal tersebut. Namun dengan terus berjalannya eksperimen, ada harapan bahwa mereka dapat menemukan bukti semua benda yang hilang di alam semesta, jauh di bawah tanah.
(rns/afr)