Uji coba vaksin COVID-19 campuran makin banyak dilakukan di berbagai negara. Imunitas meningkat, tapi efikasi dan efek samping masih diteliti mendalam.
Dengan mutasi virus SARS CoV-2 yang sangat cepat, mencampur vaksin dinilai bisa menjadi solusi. Namun hal ini butuh penelitian mendalam.
Berbagai lembaga penelitian, laboratorium dan fakultas kedokteran di berbagai negara kini sedang menguji coba vaksin campuran AstraZeneca dan Pfizer. Riset terbaru dilakukan di Inggris dan Jerman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir Nature, Senin (5/7/2021) hasil riset menunjukkan pasien yang diberi vaksin campuran AstraZeneca dan Pfizer hasilnya lebih baik daripada diberi AstraZeneca saja atau Pfizer saja, dalam dua kali suntikan. Hal ini membuka kemungkinan uji coba kombinasi vaksin lainnya.
"Orang-orang sekarang bisa sedikit lebih yakin dengan ide mix and match," kata pakar imunologi Charite University Hospital Berlin, Jerman, Leif Erik Sander.
Riset lainnya dilakukan lebih dulu di Carlos III Institute di Marid, Spanyol bertajuk CombiVacS Trial pada Mei 2021. Pasien yang diberikan suntikan pertama AstraZeneca, kemudian diberikan suntikan kedua Pfizer. Hasilnya adalah respons imunitas yang kuat.
Riset kedua dilakukan Saarland University di Hamburg, Jerman, menghasilkan jawaban serupa. Uji coba di Inggris dilakukan 25 Juni 2021 bertajuk Com-COV Study, namun sampelnya baru sedikit.
Martina Sester, ahli imunologi Saarland University mengatakan AstraZeneca memakai adenovirus atau virus yang tidak berbahaya. Sedangkan Pfizer memakai RNA. Kombinasi keduanya menjadi antibodi yang lebih baik.
"Ini menjadi kombinasi yang menggabungkan sisi terbaik dari keduanya," kata Sander.
Tinggal masalahnya adalah memastikan keamanan metode vaksin campur ini. Tantangan bagi para ilmuwan adalah, bagaimana melakukan uji coba ini dengan sampel lebih banyak lagi. Karena, sejumlah uji coba yang sudah dilakukan belumlah cukup untuk mengukur efikasi dan studi efek sampingnya.
Dalam riset Com-COV ada efek samping berat, sedangkan dalam riset di Berlin, tidak ada efek samping berat. Jeda waktu antara dua suntikan vaksin juga belum seragam, yang diduga berpengaruh pada efek sampingnya.
Peneliti vaksin Oxford, Matthew Snape mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan vaksin campur bisa jadi metode resmi untuk vaksin COVID-19. Untuk saat ini, dua kali suntik dengan vaksin yang sama masih menjadi cara yang utama. Masih butuh lebih banyak data lagi untuk memastikan metode ini aman.
Sementara itu Com-COV melanjutkan riset dengan mengkombinasikan AstraZeneca atau Pfizer di suntikan pertama dengan Novavax dn Moderna untuk suntikan kedua. Sementara itu Filipina sedang mencoba Sinovac dengan 6 vaksin lain yang ada di negara tersebut. Sedangkan AstraZeneca dan Gamaleya juga sedang menguji campuran AstraZeneca dan Sputnik V.
(fay/fyk)