Produksi Minyak dan Gas Melambat, Berdampak Penurunan Emisi Metana
Hide Ads

Produksi Minyak dan Gas Melambat, Berdampak Penurunan Emisi Metana

Rachmatunnisa - detikInet
Minggu, 24 Jan 2021 07:52 WIB
IN SPACE - In this handout provided by the National Aeronautics and Space Administration, Earth as seen from a distance of one million miles by a NASA scientific camera aboard the Deep Space Climate Observatory spacecraft on July 6, 2015. (Photo by NASA via Getty Images)
Foto: NASA via Getty Images
Jakarta -

Pandemi COVID-19 memperlambat banyak aspek kehidupan di 2020, dan masih berlangsung hingga sekarang. Hal ini berdampak pada pengurangan emisi metana, meskipun penurunannya sedikit.

Menurut laporan International Energy Agency (IEA), ada korelasi antara penurunan emisi sekitar 10% dari perusahaan minyak dan gas yang mengalami penurunan produksi mereka. Meski demikian, operasional mereka masih melepaskan lebih dari 70 juta ton metana ke atmosfer di tahun 2020.

Pertanian adalah sumber terbesar emisi metana yang dihasilkan manusia (sekitar seperempatnya), diikuti berikutnya oleh sektor energi. Menurut IEA, kebocoran dari rantai gas alam menyebabkan sekitar 60% emisi industri dan produksi minyak bertanggung jawab atas sisanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk diketahui, emisi metana adalah penyumbang pemanasan global terbesar kedua setelah karbon dioksida. Meskipun jumlahnya lebih sedikit di atmosfer dan umurnya jauh lebih pendek daripada karbon dioksida, metana lebih efisien dalam menyerap energi. Asumsinya, satu ton metana setara dengan 30 kali lebih banyak karbon dioksida.

IEA memperingatkan bahwa emisi dapat meningkat jika produksi bahan bakar fosil kembali meningkat. Mereka meminta perusahaan untuk berbuat lebih banyak untuk memperbaiki kebocoran di jaringan pipa dan pabrik produksi, mencatat bahwa banyak dari kebocoran tersebut dapat diperbaiki tanpa biaya bersih setelah menjual sisa metana.

ADVERTISEMENT

Laporan tersebut menyarankan bahwa, di bawah Skenario Pembangunan Berkelanjutan IEA, sektor minyak dan gas perlu mengurangi emisi hingga lebih dari 70% pada tahun 2030.

Organisasi ini juga mendesak pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut selama perundingan iklim PBB pada November. Pada 2019, Badan Perlindungan Lingkungan membatalkan peraturan tentang emisi.

Meski kebocoran metana sulit ditemukan, satelit dengan teknologi terbaru mampu mengidentifikasinya dalam skala besar. IEA memasukkan data satelit ke dalam pelacak metana untuk pertama kalinya tahun ini.

Data dari perusahaan analitik Kayrros menunjukkan, terjadi penurunan emisi di Irak, Kuwait, Turkmenistan, dan AS pada tahun 2020, meskipun ada peningkatan di Rusia, Aljazair, dan Kazakhstan.

IEA mencatat bahwa satelit bukan satu-satunya cara untuk menentukan sumber kebocoran besar, karena satelit tidak melacak data untuk operasional lepas pantai atau di wilayah ekuator dan utara.




(rns/rns)