Review Huawei P50 Pro, Kameranya Menawan tapi Apa Nyaman?
Hide Ads

Review Huawei P50 Pro, Kameranya Menawan tapi Apa Nyaman?

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Senin, 14 Feb 2022 08:20 WIB
Huawei P50 Pro
Huawei P50 Pro. Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Jakarta -

Setelah tertunda cukup lama, akhirnya Huawei merilis P50 Pro dirilis di Indonesia. Ponsel ini pertama kali dipamerkan ke publik pada pertengahan 2021 lalu.

Penyebab tertundanya tak disebutkan secara jelas. Namun kemungkinannya banyak. Kelangkaan chip, masalah pengapalan, dan lain sebagainya.

Namun yang terpenting, Huawei P50 Pro tersebut kini sudah tersedia di Tanah Air. Seperti apa sih ponsel andalan terbaru Huawei ini? Yuk simak ulasan di bawah ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Desain

Premium. Secara singkat, dari segi desain, ini adalah ponsel yang terasa sangat premium. Dimensinya pas di genggaman, tidak terlalu berat, dan punya tampilan yang berbeda dibanding ponsel lain.

Yang saya maksud berbeda ini tentu tampilan belakang ponsel, karena dari bagian depan, hampir semua ponsel yang ada saat ini terlihat sama. Apa yang membuatnya unik? Tentu dua bulatan besar di bagian kiri atas yang menyimpan sejumlah kamera belakangnya, yang disebut oleh Huawei sebagai sistem kamera 'Dual Matrix'.

ADVERTISEMENT
Huawei P50 ProHuawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati

Tidak, kameranya tidak sebesar bulatan itu. Karena satu bulatan itu berisi beberapa kamera. Bulatan atas berisi kamera utama, mono, dan ultrawide, sementara bulatan bawah berisi kamera dengan lensa periskop dan flash LED.

Bodi belakangnya ini campuran kaca dan aluminum. Pinggirannya melengkung, baik di depan maupun belakang. Huawei tampaknya belum bergabung pada tren ponsel terbaru yang memakai pinggiran rata.

Huawei P50 ProHuawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati

Mana yang lebih enak, pinggiran melengkung atau rata? Itu tergantung selera. Pinggiran melengkung memang terasa lebih ergonomis karena tidak ada sudut yang tajam. Namun layar melengkungnya bisa dibilang hanya untuk estetika, karena sulit dipakai mengetik dan tak nyaman juga untuk menonton video. Tapi sekali lagi, itu soal selera.

Layar

Huawei P50 ProHuawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati


Layarnya ini berukuran 6,6 inch OLED dengan resolusi 2700 x 1228 pixel. Tak sampai QHD memang, namun kerapatan pixel 450 ppi sudah lebih dari cukup untuk menampilkan gambar yang tajam dan detail.

Ukuran diagonal 6,6 inch ini pun menurut saya pas. Tidak terlalu kecil, namun juga tidak berlebihan besarnya. Tentunya karena memakai OLED, maka jelas layar ini punya tingkat kontras yang tinggi, warna-warna yang memukau, serta tingkat kecerahan yang tinggi.

Huawei pun tidak 'menyetel' layar P50 Pro ini dengan berlebihan. Maksudnya warna yang ditampilkan tidak terlalu ngejreng dengan saturasi yang berlebihan. Refresh rate 120Hz juga membuat animasi yang ditampilkan terasa sangat mulus.

Selanjutnya Kamera

Kamera

Sejak bertahun lalu, kamera di ponsel flagship Huawei dari hasil kerja samanya dengan Leica, baik itu Mate ataupun P, memang selalu memukau. Termasuk P50 Pro. Kualitas gambar yang dihasilkan, baik dalam kondisi terang maupun gelap, selalu menawan.

Detail foto bagus, tone warna yang natural (terkadang terasa agak warm), highlight dan shadow bisa ditampilkan dengan baik. Oh ya, ini konsisten untuk semua kameranya, baik itu kamera utama, ultra-wide, dan tele (kecuali saat zoom sudah di atas 3x).

Zoom telenya ini secara optik bisa sampai 3x, namun jika dikombinasikan dengan zoom digital bisa mencapai 100x. Saya tak menyarankan untuk memakai zoom sampai di atas 10x, karena hasilnya tak terlalu enak dilihat.

Secara singkat, kameranya ini sangat bagus, menu kamera nyaman dan mudah dipakai. Hanya saja, jika dibandingkan dengan ponsel dengan harga belasan juta yang lain, selisih performanya tidak sejauh itu. Berbeda saat P20 Pro ataupun Mate 20 Pro baru dirilis, yang kemampuan kameranya masih terpaut jauh dibanding pesaingnya.

Menurut saya ini bukan karena perkembangan kamera Huawei yang melambat, namun karena pabrikan ponsel lain yang bisa mengejar ketertinggalannya dari Huawei.

Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 Pro(Searah jarum jam) Perbandingan kamera ultrawide, kamera utama, kamera zoom 3x (optik), kamera zoom 10x (optik+digital) Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati

Selanjutnya Performa

Performa

Snapdragon 888 dikombinasikan dengan RAM 8GB/12GB dan storage 12GB/256GB/512GB. Baterai 4.360 mAh, SuperCharge 66W, dan wireless SuperCharge 50W.

Meski baru dirilis pada 2022, perlu diingat P50 Pro sebenarnya adalah ponsel yang pertama dipamerkan pada 2021. Maka tak aneh jika SoC yang dipakai adalah Snapdragon 888, yang notabene SoC flagship tahun lalu. Toh performanya SoC ini seharusnya bisa mencukupi semua kebutuhan penggunanya.

Segala macam aplikasi bakal bisa dilibas dengan mudah. Berikut ini adalah skor beberapa tes uji sintetis yang saya lakukan di P50 Pro. Skor yang didapat tak terpaut jauh dibanding ponsel lain dengan SoC yang sama.

  • 3DMark wildlife 5.820
  • 3DMark Wildlife extreme 1.537
  • Geekbench 5 Single Core 896
  • Geekbench 5 Multi Core 3.345
  • Geekbench 5 Compute 4.730
  • AnTuTu 645.934
Review Kamera Huawei P50 ProReview Kamera Huawei P50 Pro Foto: detikINET/Anggoro Suryo Jati

Efisiensi baterainya yang berkapasitas 4.360 mAh pun bagus. Bakal dengan mudah dipakai seharian tanpa perlu mengisi ulang.

Namun sayangnya, Snapdragon 888 yang dipakai ini hanya mempunyai modem 4G, yang tampaknya adalah 'harga' yang harus dibayar Huawei untuk bisa memakai SoC buatan perusahaan asal Amerika Serikat.

Siapa pun bisa berkilah, "5G cakupannya masih sedikit, kok". Namun kehadiran 5G ini adalah sebuah keniscayaan. Artinya, dalam beberapa tahun ke depan -- atau bahkan tahun ini -- jaringan 5G di Indonesia (seharusnya) sudah meluas.

Dan saat itu terjadi, P50 Pro akan menjadi ponsel flagship yang mulai dijual pada 2022 dengan harga belasan juta yang tidak bisa mengakses jaringan 5G.

HarmonyOS 2.0

Dari segi hardware dan kamera, P50 Pro adalah ponsel yang sangat mumpuni. Namun bagaimana dari sisi software? Karena sebuah ponsel tak bisa cuma dinilai dari sisi hardware, melainkan juga integrasinya dengan software.

Dan seperti kita tahu, sejak pertengahan 2019, Huawei tak bisa memakai Google Mobile Services (GMS), meski tetap bisa memakai OS Android. Artinya, tak ada Play Store, Google Maps, Gmail, Google Photos, Gmail, dan berbagai layanan lain yang menjadi kebutuhan sehari-hari para pengguna ponsel.

Sejak itulah Huawei mengembangkan solusinya, seperti App Gallery yang kini dilengkapi Petal Search sebagai pengganti Play Store, dan HarmonyOS sebagai pengganti Android.

Antarmuka HarmonyOS 2.0 yang dipakai di unit yang kami uji relatif mudah dipelajari dan terasa enteng. Tak terlalu sulit untuk beradaptasi dari ponsel Android ataupun iOS.

Jumlah aplikasi yang tersedia untuk platform ini terus berkembang. Sudah jauh lebih banyak ketimbang saat saya memakai Mate 30 Pro pada 2019 lalu. Untuk aplikasi yang tak tersedia di App Gallery, ada Petal Search, yang akan mencari aplikasi dari sumber lain, yang biasanya bukan sumber resmi.

Lalu ada juga Gspace yang bisa diunduh dari App Gallery, yang pada dasarnya adalah sebuah 'ponsel virtual' yang dijalankan di P50 Pro, di mana di dalamnya bisa diinstal Play Store dan berbagai layanan Google lain. Tentu saja ini bukan aplikasi resmi Huawei. Jadi jika ingin memakainya, risiko tentu ditanggung sendiri.

Huawei mengaku sudah memastikan keamanan dan verifikasi pengembang untuk aplikasi yang ada di App Gallery. Meski pernah juga ada kasus malware yang sukses menyusup dalam aplikasi yang ada di App Gallery.

Bisa dibilang sebenarnya 95% aplikasi yang diperlukan oleh pengguna ponsel tersedia lewat kombinasi App Gallery dan Petal Search. Sementara 5% sisanya bisa dipenuhi lewat Gspace. Apakah nyaman? Silakan baca kesimpulan saya di halaman berikutnya.

Selanjutnya Kesimpulan

Opini detikINET

Jika hanya melihat dari sisi hardware, P50 Pro adalah ponsel yang sangat mumpuni. Desain dan material bodi ponsel ini mewah. Bodinya ramping, nyaman digenggam dan kesan premiumnya pun sangat terasa.

Untuk ponsel dengan baterai di atas 4.000 mAh, P50 Pro ini pun punya bobot yang terbilang ringan. Lalu kamera, ya sektor kamera adalah andalan Huawei di seri Mate dan P sejak bertahun lalu, dan P50 Pro pun punya kamera yang memukau, meski terkadang warna yang dihasilkan tidak terlalu natural -- ini masalah selera.

Namun apakah semua kelebihannya itu bisa menutupi kekurangannya yang tidak mempunyai Google Mobile Services (GMS)? Menurut saya, sih, tidak. Semua kelebihannya di sektor desain, material, dan lainnya, relatif bisa didapat di ponsel flagship lain (yang sama-sama mahal).

Begitu juga dengan kemampuan kamera. Kamera P50 Pro memang bisa menghasilkan gambar yang lebih bagus. Namun perbedaan kemampuan kameranya ini dibanding ponsel flagship lain tidak sebesar itu, kok.

Perbedaan kemampuan kameranya tidak sedrastis saat P20 Pro ataupun Mate 20 Pro baru dirilis. Saat itu, jika dibandingkan dengan kamera ponsel flagship lain, kemampuan kamera kedua ponsel itu sangat wow. Namun kemudian pabrikan ponsel lain mulai mengejar ketertinggalannya.

Perkembangan ekosistem App Gallery-nya memang terbilang pesat, jauh lebih baik ketimbang saat saya memakai Mate 30 Pro sebagai ponsel utama sekira dua tahun yang lalu. Namun itu tetap tak cukup untuk membuat saya bisa beralih dari kenyamanan di Android dengan GMS ataupun iOS.

Terutama karena ini adalah sebuah ponsel, yang fungsinya tak melulu dipakai memotret. Masih banyak hal lain yang perlu dijalankan dengan nyaman di ponsel, seperti browsing, menonton video (termasuk YouTube), aplikasi pengiriman pesan, belanja online, ojek online, dan lain sebagainya.

Ya, dijalankan dengan nyaman. Bukan sekadar bisa. HarmonyOS memang bisa menjalankan hampir semua fungsi dari ponsel-ponsel lain. Namun, setidaknya untuk saya, tidak cukup nyaman.

Seandainya HarmonyOS ini hadir 5 atau 10 tahun lalu, saat Android dan iOS belum terlalu matang dan menguasai pasar perangkat mobile, mungkin akan lebih mudah "membujuk" pengguna untuk memakai sistem operasi baru seperti ini.

Kalau detikers bagaimana, maukah "menukar" pengalaman pemakaian ponsel yang lebih familiar dengan sesuatu yang baru demi kemampuan kamera yang (sedikit) lebih baik?