Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan bahwa wacana aturan pembatasan paket internet fixed broadband minimal 100 Mbps ini masih dalam tahap awal.
Itu artinya, pemerintah belum akan menerbitkan kebijakan tersebut dalam waktu dekat. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kementerian Kominfo, Wayan Toni Supriyanto.
Wayan menyebutkan sejauh ini Kominfo meminta masukan dari industri telekomunikasi, khususnya para penyedia jasa internet (ISP), terkait aturan pembatasan paket internet fixed broadband minimal 100 Mbps. Selain itu pula, sebelum diterbitkan, diperlukan kajian mengenai kebijakan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya sampai hari ini saya nyatakan tidak dalam waktu dekat, tapi sedang dalam pengkajian. Semua kebijakan harus hati-hati, apalagi bukan kita yang membangun infrastruktur ini, industri yang membangun. Jadi, harus hati-hati dalam membuat kebijakan," ujar Wayan ditemui awak media di Kantor APJII, Jakarta, Rabu (31/1/2024).
Wacana kebijakan ini pertama kali disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi kepada penyedia layanan fixed broadband atau jaringan internet tetap untuk jaringan tertutup. Upaya Budi ini agar kecepatan internet Indonesia bisa bersaing dengan di kancah internasional.
Berdasarkan laporan Speedtest Global Index per Desember 2023 yang dirilis oleh Ookla mengungkapkan bahwa peringkat kecepatan internet fixed broadband Indonesia terbilang lambat, bahkan di kawasan Asia Tenggara. Kecepatan internet fixed broadband RI hanya rata-rata 27,87 Mbps yang unggul dari Myanmar dan Timor Leste tapi keok dari negara ASEAN lainnya.
"Bapak menteri ingin Indonesia ini memiliki predikat kecepatan internet yang sangat besar dibandingkan negara-negara lain. Kemudian saat ini, peraturan yang akan dibuat tentu tidak bisa, harus melalui dari masukan-masukan dari operator, masyarakat dan lain sebagainya," tuturnya.
Wayan menegaskan wacana pembatasan paket internet minimal 100 Mbps ini ditujukan untuk layanan fixed broadband, bukan internet mobile seluler.
"Saat ini kami dalam posisi masih mencari masukan ke penyelenggara komunikasi. Nah, untuk kajian, itu memang harus dikaji ya, namun kajian inilah nanti yang akan menjadi dasar kami untuk menyusun namanya kebijakan, karena harus ada yang namanya white papper. Tanpa ada kajian untuk melihat semua itu kami tidak berani mengatur kebijakan," pungkasnya.
(agt/fay)