Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memberi waktu selama tiga hari kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk klarifikasi dugaan kebocoran data 204 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dan kini, waktu tiga hari tersebut sudah lewat. Apa hasilnya?
Sebelumnya, Kominfo telah mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada KPU pada Selasa 28 November 2023 sebagai penyelenggara sistem elektronik terkait dugaan kebocoran data yang bikin heboh jagat maya.
"KPU itu mestinya memberikan klarifikasi dalam waktu 3 x 24 jam. Nanti saya cek apakah sudah ada klarifikasi dari KPU kepada Kominfo," ujar Dirjen IKP Kementerian Kominfo Usman Kansong ditemui awak media, Senin (4/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, disampaikan Usman, Kominfo melakukan penelusuran tentang dugaan kebocoran data 204 juta pemilih 2024 itu. Untuk penelusuran tersebut, Kominfo menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Bareskrim Polri, dan pihak dari KPU.
Namun sejauh ini, kata Usman, ada dugaan kemiripan data yang dibocorkan dengan data sesungguhnya.
"Sementara kita menemukan adanya kemiripan data yang beredar di ruang publik yang ditawarkan oleh akun anonim bernama Jimbo itu dengan data yang ada di website KPU," ucapnya.
Koordinasi dengan berbagai pihak ini dilakukan juga untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terjadi di kemudian hari.
"Kesimpulan sementara kita baru bisa mengatakan ada kemiripan karena data DPT itu kan juga bisa diakses oleh peserta pemilu oleh Bawaslu. Nah jadi sejauh ini, kita mengidentifikasi motifnya adalah ekonomi," tuturnya.
Usman juga menyebutkan ada dua indikator motif pelaku hacker yang diduga membocorkan 204 juta DPT Pemilu 2024. Pertama, hacker yang menyebutkan nama Jimbo itu menjual menawarkan data tersebut di publik seharga Rp 1,1 miliar. Jadi, Usman menyebutkan, itu motifnya ekonomi.
"Kedua, siapa yang memerlukan data itu? yang memerlukan data itu kan peserta pemilu kan biasanya dan peserta pemilu sendiri kan sudah punya data itu. Dia punya akses untuk mendapatkan DPT itu, peserta pemilu dan Bawaslu. Jadi, motifnya kami sampaikan sejauh ini masih bersifat ekonomi," pungkas dia.
(agt/fay)