Penghentian proyek hot backup satelit (HBS) sudah tepat. Namun mengingat pengadaan tersebut berhenti di tengah jalan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diimbau untuk mengaudit pengadaan HBS tersebut.
Disetopnya HBS itu berdasarkan rekomendasi hasil kajian yang dilakukan oleh Satgas Bakti Kominfo dan telah disampaikan kepada Dirut Bakti Fadhilah Mathar dan Menkominfo Budi Arie Setiadi.
"Saya rasa ini usulan yang tepat dari Satgas Bakti, jika dilihat pertimbangannya efisiensi anggaran dan operasional," ujar Founder IndoTelko Doni Ismanto kepada detikINET, Selasa (24/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan satelit Satria-1 yang skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Satelit HBS langsung didanai oleh Bakti Kominfo menggunakan dana universal service obligation (USO). Total nilai proyek satelit HBS mencapai Rp 5,2 triliun dan pembayaran yang telah dilakukan oleh pemerintah sudah di angka Rp 3,5 triliun.
Seperti penamaannya, HBS diproyeksikan untuk menjadi satelit cadangan Satria-1. Dengan demikian, Satria-1 telah berhasil diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, pada 18 Juni 2023. Pada bulan Desember diharapkan sudah beroperasi dan awal tahun 2024, Satria-1 dapat menyediakan akses internet di fasilitas layanan publik di daerah 3T.
"HBS kan buat backup Satria-1. Sekarang Satria-1 sudah mengangkasa, bahkan belum optimal juga penggunaannya. Jika ada HBS tentu akan pemborosan," ucapnya.
Proses pengerjaan satelit ini terbilang cepat, yakni sekitar satu tahun, mulai dari pengumuman tender yang dimenangkan oleh konsorsium Kemitraan Nusantara Jaya pada Maret 2022. Targetnya, HBS ditargetkan diluncurkan pada kuartal pertama 2023 agar pada kuartal keempat di tahun yang sama dapat beroperasi untuk menyediakan akses internet di fasilitas layanan publik.
Melihat dari kondisi itu, Doni mendesak agar dilakukan audit total terhadap proyek HBS ini. Dengan dibatalkannya di tengah jalan, pengadaan infrastruktur telekomunikasi tersebut terkesan perencanaannya tidak matang.
"Harus ada audit total proyek HBS itu, dari perencanaan sampai sekarang, kok bisa ada ide tersebut hingga uang negara keluar hingga dihentikan. Terlepas dari Satgas Bakti bilang tidak ada kerugian negara, tapi itu menampilkan perencanaannya tidak matang," tuturnya.
Apalagi pengadaan yang dilakukan melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) juga melibatkan perusahaan global, seperti Boeing sebagai perakit HBS dan SpaceX sebagai peluncur roket. Sebelum resmi dihentikan, proses pengerjaan satelit HBS itu sudah lebih dari 80%.
"Kalau sudah berkontrak dengan perusahaan asing dan batalin sepihak, jangan sampai itu dibawa ke arbitrase, nama negara jadi rusak," jelasnya.
Dengan dihentikannya proyek satelit HBS, Bakti Kominfo disarankan untuk fokus dengan pengerjaan proyek infrastruktur yang ada, seperti optimalisasi Palapa Ring dan satelit Satria-1.
(agt/afr)