Pemerhati teknologi multimedia dan informatika Roy Suryo mengatakan, publik tak perlu khawatir apalagi lebay alias berlebihan menganggap gugatan RCTI terkait UU Penyiaran akan mengancam kebebasan.
"Menurut saya lebay. Tentu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya mempertimbangkan hal-hal terbaik untuk masyarakat. Penerapannya juga pasti akan ada PP, atau minimal Juklak dan Juknis yang akan dikeluarkan. Tidak bisa semata-mata berlaku generik begitu," komentarnya saat dihubungi detikINET, Senin (31/8/2020).
Menanggapi gugatan RCTI dan iNews terkait UU Penyiaran ke MK, Roy sendiri setuju karena menurutnya UU Penyiaran sudah ketinggalan zaman. Untuk diketahui, kedua stasiun TV di bawah MNC Group itu menggugat UU Penyiaran ke MK agar setiap siaran yang menggunakan internet, tunduk pada UU Penyiaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Roy, yang paling penting justru dengan dijamin dalam UU, kehidupan demokrasi penyiaran akan terjamin, bukan membuat demokrasi absolut yang bebas tanpa aturan.
Dia pun mengimbau agar jangan sampai ada pendapat yang bisa memancing reaksi lebay dari masyarakat, salah satunya mengenai potensi video call dilarang jika gugatan RCTI terkait UU Penyiaran dikabulkan MK.
"Jangan menakut-nakuti masyarakat dengan hal-hal yang lucu begitu deh. Kita kan semua hidup ada tatanan dan aturannya, bukan hidup di rimba belantara tanpa hukum sama sekali. Kita semua saling menjaga ekosistem penyiaran ini," ujarnya.
Menurutnya wajar jika RCTI dan iNews sebagai sebuah entitas bisnis penyiaran mengajukan judicial review terhadap UU Penyiaran, dan wajar juga melihat masyarakat digital memberikan pandangannya untuk sebuah kehidupan demokrasi yang baik.
Bagaimanapun, Roy berharap adanya gugatan dari RCTI dan iNews ini dapat mendorong DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk segera merevisi UU Penyiaran No.32/2002 yang menurutnya sudah tidak sesuai zaman.
"Harapan saya, ini jadi trigger bagi DPR Komisi I dan Kominfo segera merevisi UU Penyiaran yang sudah out of date karena sudah berusia 18 tahun dan sudah tidak lagi memadai untuk teknologi dunia penyiaran masa kini yang sudah menggunakan OTT, bahkan era streaming pun belum dikenal di UU tersebut," terangnya.
Dia menambahkan, menjadi kewajiban pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo, serta DPR dan Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengayomi kegiatan terkait teknologi yang terjadi di masyarakat.
"Dengan demikian, semua pihak tahu porsinya masing-masing dan saling menjaga," tutupnya.
(rns/fay)