Seperti disampaikan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material BPPT, Hammam Riza, penutupan akses terhadap Telegram bisa dimanfaatkan agar layanan pesan instan lokal yang serupa bisa muncul.
Dikatakannya, jangan sampai masyarakat sudah memandang sebelah mata dulu kepada layanan pesan instan lokal karena dinilai tidak 'bermerek'.
"Kita terhadap produk lokal jangan selalu bilang "ah, ini produk lokal, maunya yang branded". Kalau kita percaya kepada produk lokal atau memberikan kesempatan paling tidak, jangan sampai langsung menutup pintu," sebutnya di Jakarta, Senin (17/7/2017).
Bila sudah diberi kesempatan, maka produk lokal tersebut menemukan pasarnya sendiri, sehingga banyak yang pakai dan akan tumbuh.
"Tapi kalau tidak pasar, pengguna, ya mati," kata dia.
Di samping itu, layanan pesan instan rasa dalam negeri ini juga perlu ada daya saingnya agar dapat menghadapi produk luar negeri. Salah satunya contohnya, menemukan perbedaan dari produk yang sudah ada sebelumnya.
"Untuk menembus market, kamu harus punya daya saing. Sekarang punya layanan pesan instan dari BPPT, misalnya, terus lawan WhatsApp, saya harus bisa bikin layanan pesann instan yang berbeda dengan WhatsApp, apakah customer service, free roaming gak kena pulsa sama sekali, pasti ada yang pakai," tuturnya. (fyk/fyk)