Segala upaya dilakukan Google untuk bisa membawa Fortnite ke Play Store. Bahkan mereka rela ingin menggelontorkan uang hingga triliunan rupiah.
Google menawarkan setidaknya USD 147 juta atau sekitar Rp 2,3 triliun ke Epic Games. Sayangnya itu tidak bisa meluluhkan hati Sang Developer, agar mau menyajikan game battle royale ini di tokonya.
Purnima Kochikar, VP Kemitraan Google Play, mengatakan padahal uang sebanyak itu sudah disetujui oleh dewan bisnis Google. Namun Epic Games tetap menolaknya, dikutip detikINET dari Games Industry, Senin (13/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui kalau hal itu dilakukan Google supaya developer lain tidak mengikuti jejak Epic. Jadi mereka ingin membendung potensi 'penularan' aplikasi atau game, yang menyediakan file download-nya di situs pihak ketiga.
Epic sendiri meluncurkan Fortnite di Android pada tahun tahun 2018. Hanya saja langsung melalui situs resminya, dan menghindari Play Store.
Dengan begitu mereka dapat menjual mata uang digital di dalam game, tanpa harus membayar komisi yang biasa diminta Google. Kendati begitu, pada tahun 2020 Epic terpaksa mengalah, dan akhirnya meluncurkannya di Play Store.
Alasannya dikarenakan Google merugikan perangkat lunak pihak ketiga. Raksasa teknologi tersebut memberikan peringatan kepada penggunanya, perihal masalah keamanan dan mencap perangkat lunak apapun di luar Play Store sebagai malware.
Cuma lima bulan setelahnya Fortnite pergi dari Play Store. Itu disebabkan peraturan baru Google, yang memicu gugatan antimonopoli dari Epic dan saat ini sedang diperdebatkan di pengadilan.
Nah terungkap kalau Google khawatir kalau semua pengembang game papan atas membelot dari tokonya, maka bakal merugikan pendapatan mereka hingga miliaran dolar. Dari dokumen yang diajukan ke pengadilan, memproyeksi ketidakhadiran Fortnite dapat mengakibatkan Google kehilangan pendapatan antara USD 130 juta atau sekitar Rp 2 triliun dan USD 250 juta atau sekitar Rp 3,9 triliun.
Dari situ akan akan memunculkan efek domino, sehingga membuat kerugiannya meluas hingga USD 3,6 miliar atau sekitar Rp 56,5 triliun bila pembelotan besar-besaran tersebut terjadi.
(hps/fay)