Anak muda Indonesia kembali menorehkan prestasi membanggakan di level internasional. Dia adalah Shania Siahaan, perempuan asal Tanjung Pinang, Kepulauan Riau ini memenangi Swift Student Challenge yang diselenggarakan Apple.
Swift Student Challenge adalah kompetisi yang dibuat oleh Apple untuk para anak muda yang tertarik dengan pengembangan aplikasi menggunakan bahasa pemrograman Swift. Dalam kompetisi ini, para peserta diminta untuk membuat proyek kreatif menggunakan Swift Playgrounds, sebuah aplikasi yang memungkinkan eksperimen dan pembuatan aplikasi dengan bahasa Swift.
Shania membuat sebuah aplikasi game berkonsep time-travel. Pemain diajak untuk melihat kondisi suatu tempat yang penuh penyakit misterius di masa depan, dan mereka punya kesempatan untuk mengubah itu semua dengan pergi ke masa lalu. Di masa lalu tersebut, pemain diminta melakukan beberapa misi untuk menjaga lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampah di Pantai
Berbincang dengan detikINET, Shania mengungkap hal yang melatarbelakangi pembuatan aplikasinya. Ini berawal dari keresahaan pada banyak sampah yang mengotori pantai di daerahnya.
Tinggal di daerah kepulauan memberi privilise bagi Shania untuk bisa menikmati pantai kapan saja. Beruntungnya lagi semua pantai di Tanjung Pinang begitu sedap dipandang mata.
Namun seiring pertumbuhan cukup pesat kota kelahirannya memberi dampak pada kebersihan pantai. Banyak pengunjung yang datang ke pantai tak membawa pulang sampahnya.
"Saking banyaknya pantai bagus, kemungkinannya cuma dua. Pantainya nggak pernah disentuh sama orang sama sekali, sama yang kedua ada pengelolanya. Jadi selain dari dua jenis pantai itu, udah pasti pantai lain kotor banget, termasuk yang dekat rumahku juga," ungkap mahasiswi di Universitas Maritim Raja Ali Haji ini.
Dari sana terpetik niat mendorong kesadaran warga pada lingkungan. Ketika mengikuti Swift Student Challenge, keinginan tersebut diwujudkan dalam bentuk aplikasi.
"Jadi aku membuat aplikasi ku ini tujuannya untuk menyadarkan orang kalau misalnya lifestyle habit atau consumption habit kita setiap hari itu berpengaruh banget loh sama lingkungan sekitar kita," ujar Shania.
![]() |
Menjelajahi Waktu
Aplikasi game yang dibuat Shania diberi nama GreenTime: Plastic Pollution. Game ini berkonsep menjelajahi waktu.
Awal game, pemain diajak ke tahun 2045, kala itu semua air laut jadi warna hijau karena banyak sampah. Ini membuat manusia dan hewan-hewan terjangkit penyakit aneh yang langka.
Pemain akan menjadi agent of change yang harus balik ke 2024 untuk memperbaiki keadaan.
"Jadi pemain bakal balik ke 2024 untuk mencegah hal-hal buruk terjadi. Dia harus ngerjain 3 misi di situ, yang gunanya misi ini bakal mengubah masa depan di tahun 2045 tadi," jelas Shania.
Untuk misi pertama, Shania bikin konsep mengganti bahan material berbahaya yang biasanya dipakai sehari-hari, seperti plastik sekali pakai, menjadi bahan yang ramah lingkungan atau biodegradable.
Misi kedua, pemain harus menjadi smart buyer yang tidak boleh membeli produk-produk mengandung zat berbahaya bagi lingkungan dan mencari alternatif lain. Ketiga memanfaatkan sampah di sekitar, khususnya sampah plastik, menjadi sesuatu yang berguna. Pemain akan diajak memanfaatkan serdotan plastik bekas dibuat jadi bingkai foto.
"Tujuan misi yang ketiga ini adalah untuk encourage, agar kita bisa memanfaatkan sampah-sampah plastik yang di sekitar kita, supaya sampah ini enggak langsung dibuang, tapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih berguna," papar perempuan alumni Apple Developer Academy ini.
![]() |
Pernah Gagal Kini Menang
Kendati proses pengembangan kurang dari sebulan, aplikasi GreenTime: Plastic Pollution bikin Apple kepincut. Shania pun didapuk sebagai pemenang Swift Student Challenge tahun ini.
Shania mengaku tidak membayangkan bakal bisa menang. Sebab tahun lalu dia sempat ikut Swift Student Challenge namun gagal.
"Aku nggak berharap menang, tapi nggak pesimis pasti kalah. Aku mikirnya kayak, ya udah yang penting coba aja, hasilnya akhirnya belakangan," ujar Shania.
"Tapi pas diumumin menang, kaget sih jujur. Karena aku ngerasa codinganku biasa aja gitu. Nggak yang jago-jago banget gitu. Aku juga nggak pake framework Apple yang canggih-canggih banget, kayaknya cuman pake AR untuk nampilin binkai foto binkai foto gitu. Nggak ada yang bener-bener wah banget karena dari segi teknologi aku cuma pakai teknik drag and drop, touch, terus swipe, kayak gitu sih. Jadi bener-bener kaget, karena dia nggak kompleks, bener-bener sederhana aja," lanjutnya.
Setelah memenangin Swift Student Challenge, Shania ingin terus memoles aplikasinya ini. Harapannya dapat dimainkan banyak orang sehingga bantu menggugah kesadaran menjaga lingkungan.
"Bakal banyak banget yang harus diubah karena itu kemarin di-develop sebentar banget jadi hasilnya juga ya apa adanya gitu. Aku pengen ngembangin lagi dan pastinya aku siapin lagi dengan matang, dari segi teknologi, fitur-fiturnya, desain, dan konsepnya," ungkap Shania.
Saat ini Shania masih masih menggarap skrips. Ketika lulus nanti dia ingin mengeksplorasi environment Apple. Karena saat di Developer Academy dia melihat banyak framework-framework Apple yang kalau dimanfaatkan bisa berguna.
"Kalaupun memang nanti aku nggak berkarier sebagai iOS developer, tapi aku masih tetap pengen pakai produk-produk Apple sebagai hobi buat ngembangin aplikasi-aplikasi dan nyoba-nyoba hal baru yang Apple bikin," pungkasnya.
(afr/afr)