Menteri BUMN Erick Thohir menyakini bahwa Indonesia bisa melahirkan lebih banyak startup bergelar unicorn, setidaknya bisa mencapai seperempat dari jumlah startup unicorn di Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, startup unicorn adalah perusahaan rintisan yang memiliki valuasi USD 1 miliar atau setara Rp 14 triliun. Sedangkan, startup decacorn itu level berikutnya yang nilai perusahaannya sudah USD 10 miliar.
Indonesia sendiri saat ini sudah punya satu startup decacorn yaitu Gojek. Perusahaan tersebut kemudian merger dengan Tokopedia dan membentuk entitas baru bernama GoTo pada Mei lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di masa pandemi ini, Indonesia kebanjiran startup unicorn baru, seperti J&T Express, OnlinePajak, Ajaib, dan Xendit. Adapun startup yang sudah di level ini, itu ada Bukalapak, Traveloka, OVO, dan Tokopedia.
"Kita bisa punya startup unicorn paling tidak seperempat dari AS, yaitu 25. Karena itu, sejak awal bagaimana Telkom dan Telkomsel harus merubah model bisnisnya. Saya sangat mendorong bila Telkom fokus ke B2B, Telkomsel ke B2C," tutur Erick Thohir di acara peluncuran aplikasi kesehatan Fita, Rabu (10/11/2021).
Tentunya, kata Erick, hal itu mesti dipastikan pada tiga hal, yaitu akses distribusinya, pendanaan, dan pasar.
"Hal ini kita harus kolaboratif dengan para founder di Indonesia. Kita harapkan mereka juga bagian driven kebangkitan ekonomi kita, tetapi tidak kalah penting sinergi SDM kita dalam memanfaatkan bonus demografi harus diperhatikan, apalagi ada industri 4.0," jelasnya.
Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030-2040, di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).
"Kita harus bantu generasi muda Indonesia, tidak hanya mendapatkan kesempatan berusaha namun juga membuka lapangan pekerjaan. Saya yakin, kita punya potensi luar biasa karena kita punya pasar yang luar biasa," ungkap Menteri BUMN.
Erick Thohir juga menegaskan bahwa dirinya tidak antiasing. Menurutnya, Indonesia bisa memanfaatkan langka, seperti bonus demografi dan menciptakan keseimbangan.
"Kita tidak mau pasar kita dipakai hanya untuk pertumbuhan bangsa lain, tapi harus dipastikan pertumbuhan mayoritas bangsa kita. Era teknologi harus kita sinergikan maksimal," pungkasnya.
(agt/fay)