Jakarta -
Setahun lebih Indonesia diterpa pandemi COVID-19. Selain kesehatan, sejumlah sektor juga ikut terdampak pagebluk ini, termasuk transportasi, makanan, hingga pariwisata.
Pemerintah sudah melakukan langkah penanganan kesehatan dan ekonomi yang berjalan beriringan. Selain program vaksinasi ada juga beberapa insentif yang diberikan kepada masyarakat agar roda perekonomian tetap jalan, dan dapur masyarakat tetap ngebul.
Begitu juga dengan swasta yang wajib membantu pemerintah dalam penanganan tersebut. Menjaga protokol kesehatan adalah kuncinya. Salah satu yang menjalankan langkah pengendalian COVID-19 adalah superapp Grab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain membantu para mitra pengemudi dan merchant tetap menjalankan bisnisnya, Grab juga sudah membekali mereka dengan kedisiplinan menjaga protokol kesehatan. Dengan begitu pandemi tetap membawa hikmah bagi sebagian mitranya.
Apa hikmah setahun pandemi bagi para mitra Grab? Ini adalah beberapa kesaksian para mitra Grab usai melewati satu tahun pandemi COVID-19 di Indonesia.
Tetap Mengaspal Selama Pandemi Berkat Sahabat Rental
 Foto: Dok. Angga Laraspati/detikcom |
Bayu Jati (40) adalah seorang mitra GrabDriver yang sudah bergabung menjadi mitra Grab sejak Agustus 2015. Pria 4 anak ini, memutuskan menjadi driver online setelah pekerjaan lamanya di sebuah bank terkemuka di Indonesia tidak menunjukan progres yang signifikan.
Kala itu, Bayu bekerja sebagai credit analyst di salah satu bank cabang Depok. Sayangnya, Bayu hanya dijadikan tenaga kerja outsourced saat itu dan untuk menjadi karyawan tetap dirinya harus melewati proses yang panjang dan sulit. Karena itulah, ia mencoba banting setir menjadi driver online di salah satu aplikasi yang sudah diakuisisi oleh Grab di tahun 2018 yaitu Uber.
Pada awalnya, dia masih melakukan pekerjaannya tersebut saat hari-hari libur saja. Hingga suatu ketika, di tahun 2015 ada momen libur panjang selama 3 hari, ia pun mencoba untuk on bid (istilah untuk mengambil penumpang) dan hasilnya cukup memuaskan.
"Saya tau ternyata pendapat di online itu lumayan banget, lebih besar pendapatan online dibandingkan gaji di bank. Karena saya kerja seminggu bisa dapet sebulan gaji, itu kan lumayan banget kan luar biasalah," kata Bayu kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.
Namun, bukan berarti Bayu tidak mendapat tentangan dari keluarga, khususnya keluarga dari istrinya. Mertua Bayu mempertanyakan keputusan Bayu yang akhirnya memilih menjadi driver online dibandingkan pekerjaannya di Bank.
Menurut sang mertua, pekerjaan di bank lebih enak dan uang yang didapat lebih banyak. Walau begitu, ia tetap meyakinkan mertua dan istrinya kalau pekerjaan di Grab juga bisa mendapatkan uang yang cukup untuk kehidupan sehari-sehari.
"Jadi saya meyakinkan ke istri kalo di online itu bulanan tak terganggu bahkan bisa lebih. Saya meyakinkan mereka seperti itu dan alhamdulillah lancar," ujar Bayu.
Gayung bersambut, keyakinan dari Bayu tersebut dibayarkan dengan aplikasi online yang kini lebih maju dari sebelumnya. Bahkan, sebelum pandemi berlangsung Bayu mampu mendapatkan Rp 1.000.000 sampai Rp 1.500.000 per harinya.
"Saya meyakinkan diri, kalau rezeki itu sudah ada yang ngatur jadi gak perlu takut mau kita kerja di manapun dan apapun karena anak juga sudah ada rezekinya masing-masing," imbuhnya.
Naas, di tahun 2020 pandemi masuk ke Indonesia. Bayu menjadi satu di antara beberapa driver yang merasakan keganasan dari pandemi COVID-19. Masyarakat yang harus bekerja dari rumah dan beberapa di antaranya harus dirumahkan membuat orderan Bayu menurun drastis dari sebelumnya.
"Bahkan di saat awal pandemi itu, saya sempat jalan 2 hari dan cuma dapet 1 trip itu pun RP 18.000. Saat-saat itu sangat menyedihkan buat saya. Dan itu saya rasa juga sangat memukul diri saya dan teman-teman," tutur Bayu.
Tak sampai di situ, pada bulan Desember unit mobil satu-satunya yang ia miliki juga harus ditarik leasing karena cicilan yang belum bisa dibayarkan oleh Bayu. Tetapi kakak iparnya membantu sehingga urung ditarik. Belum lagi ada program Sahabat Rental dari Grab yang membantu Bayu untuk tetap menjalankan profesinya sebagai mitra driver Grab.
"Kebetulan dari pihak Grab ada program Sahabat Rental, ya alhamdulillah kebantunya di situ. Karena cicilannya ringan," ucapnya.
Bantuan dari Grab tak berhenti sampai di situ, Bayu dan beberapa mitra driver Grab juga diberikan alat-alat untuk mengedepankan protokol kesehatan. Bayu menuturkan Grab menyediakan partisi bagi mitra pengemudi yang dapat berpartisipasi. Nantinya mitra Grab yang sudah dipasangi partisi diwajibkan datang ke salah satu dari 25 basecamp atau point cleaning untuk mendapatkan hand sanitizer, disinfektan, masker, dan pembersihan mobil.
"Nah, yang sudah dipasangi partisi, itu diwajibkan seminggu sekali datang ke satu dari 25 base camp atau point cleaning. Seminggu sekali mereka tidak rutinkan ke sana, agar kualitas layanan GrabProtectnya terus terjaga dari segi higienis dan kebersihan," tutur Bayu.
 Foto: Dok. Angga Laraspati/detikcom |
Pihak Grab itu juga menyarankan para driver untuk selalu membersihkan area-area yang sering disentuh oleh penumpang mulai dari setelan AC hingga jok yang diduduki.
"Kalau driver sudah menurunkan penumpang, kita (para driver) kalau bisa membersihkan area-area yang dipegang oleh penumpang, seperti handle pintu, setelan AC, hingga jok dengan disinfektan itu semua sudah dikasih sama Grab secara gratis, kita sebagai Mitra tinggal menjalankan protokol kesehatannya aja," katanya.
Bayu juga menjadi satu dari sekian banyak mitra pengemudi Grab yang sudah mendapatkan vaksinasi. Ia pun merasa senang, sebab setelah mendapatkan vaksin ditambah dengan protokol kesehatan yang dijalankan oleh Grab membuatnya semakin pede untuk mengaspal.
"Walaupun kita ngambil di area rumah sakit atau zona merah seperti di RSCM kita udah nggak perlu takut lagi, jadi ya pede aja karena sudah nyaman. Di area-area kerumunan seperti bandara, terminal sebenarnya juga kita lebih pede sih," ujar Bayu.
"Saya juga pernah ada pengalaman antar salah satu orang yang bekerja di wilayah karantina di salah satu hotel. Dia pun ngomong ke saya 'mas saya positif COVID-19, mau nggak anter?' ya mau nggak mau kita harus siap, karena dari awal pihak Grab semenjak mereka pasang partisi itu juga diberikan APD. Jadi saya waktu itu langsung pakai APD, jadi lebih enak dan nyaman dan nggak perlu takut sama sekali," tambahnya.
Ia juga senang karena beberapa penumpang yang menggunakan jasanya juga mendukung protokol kesehatan yang dijalankan Grab. Ada beberapa penumpang yang menyemprotkan disinfektan sendiri hingga memakai masker.
"Tapi banyak juga penumpang yang beberapa tidak melengkapi dirinya dengan masker, dan itu saya tegur. Jadi lebih enak kalau ada penumpang yang seperti itu saya informasikan saja, dan mereka menjalankan. Dan kalau ada yang maskernya ketinggalan, saya juga menyiapkan di mobil," ungkap Bayu.
Bayu mengaku bersyukur, karena berkat protokol kesehatan dan juga vaksin yang diberikan oleh Grab membuatnya semakin percaya diri dalam mengaspal. Belum lagi ditambah program Sahabat Rental dari Grab yang membuat dirinya tetap bisa mencari penumpang di masa sulit saat ini.
"Benefit yang bisa saya dapatkan dari Grab keluarga saya tercover untuk kesehatan dan pendidikan buah hati. Plus di tengah pandemi ini saya harus lebih giat dan berusaha lebih keras," tuturnya.
Klik halaman selanjutnya untuk mengetahui kisah salah satu Mitra GrabFood selama pandemi.
Mendulang Cuan dari Digitalisasi Kuliner
 Foto: Dok. Angga Laraspati/detikcom |
Senada dengan Bayu, hikmah setahun pandemi COVID-19 turut dirasakan oleh Yodhi Muhammad Ahyad. Ia adalah pemilik merchant Asli Geprek yang mengawali usaha waralabanya sejak 2018 silam. Meski hanya mengisi sebuah tempat kecil di bilangan Cibubur namun omzet yang dia dapat cukup fantastis.
"Per hari paling banyak itu 50 orderan dari Grab aja, kalau lagi flash sale bisa sampai 70 orderan, ini setelah pandemi (bulan Oktober). Kalau dulu awal-awal paling hanya 5-10. Sekarang sudah normal di angka 40-50 untuk GrabFood aja. Kalau total dari offline juga bisa 80-an untuk 1 outlet," ungkapnya.
Yodhi menuturkan sejak diluncurkan pada 2018 hingga kini, Asli Geprek besutannya sudah tersebar di puluhan titik yang menjangkau wilayah Indonesia, dari Jabodetabek, Sumatera, Dumai, Riau, Pekanbaru hingga Kalimantan. Adapun 4 dari 99 gerai yang ada adalah miliknya sendiri dan selebihnya bekerja sama dengan mitra.
"Saya yang di rumah aja tuh, dalam 1 bulan di masa pandemi itu bisa 1.200 orderan. Omzetnya Rp 77 juta, net income-nya 30%, hanya 1 outlet. Itu bulan Oktober 2020 tahun lalu pas mulai naik-naiknya. Itu karena faktor promo dan prokes (protokol kesehatan) Grab juga, karena saya dinamis mengikuti tren," terangnya.
Dia mengungkapkan selain keberadaan promo, protokol kesehatan di masa pandemi diakuinya sangat mempengaruhi usaha kulinernya saat ini. Pasalnya, konsumen kini lebih peka terhadap faktor kesehatan, sehingga hal ini menjadi perhatiannya untuk menghadirkan layanan terbaik selain cita rasa Ayam Geprek.
 Foto: Dok. Angga Laraspati/detikcom |
"Contohnya ini tempat cuci tangan dari Grab prokesnya, terus saya dulu juga beli hand sanitizer beberapa dus, itu saya bagikan ke driver. Karena buat mengedukasi juga, jadi driver yang ngambil orderan di sini kita kasih hand sanitizer sama masker. Karena percuma kalau orderan ada tapi drivernya nggak ada," ungkapnya.
"Karena driver paling banyak kontak ke mana-mana jadi itu yang saya kasih juga untuk mereka. Terus untuk karyawan saya, masker saya suplai, vitamin saya kasih, madu saya kasih, karena kan online, malah dulu di depan saya pakai partisi plastik atau penyekat," imbuh Yodhi.
Selain itu, konsumen yang melakukan pembelian Ayam Geprek secara online juga diberikan bonus vitamin C olehnya. Hal itu semata-mata bentuk perhatian Yodhi di masa pandemi, sekaligus untuk menunjukan bahwa usaha kulinernya yang sudah dirintis selama tiga tahun ini tidak menomorduakan protokol kesehatan.
Lebih lanjut, Yodhi menuturkan meski awal-awal pandemi usahanya turut tertekan hingga ada satu gerai miliknya yang tutup dan juga beberapa mitra. Namun, kini pandemi diakuinya bukan lagi tantangan terbesar, melainkan persaingan bisnis kuliner yang semakin ketat.
"Apalagi Ayam Geprek itu banyak, jadi tantangan sekarang adalah persaingan yang semakin ketat. Tadinya yang jualan di sini cuma saya doang, sekarang udah banyak banget karena banyak beralih jadi pelaku UMKM. Untungnya, usaha saya udah punya nama. Kalau di sini (Cibubur) radius 3 kilo pesen ayam geprek tuh pasti ke sini," jelasnya.
Dia pun mengaku bersyukur menjadi mitra GrabFood dan menjalani bisnis kuliner ini secara digital sejak awal 2018 lalu. Sebab, hanya berselang 3 tahun, ia kini dapat menikmati hasil kerja kerasnya menjadi entrepreneur hingga mampu mendulang cuan terus menerus dari menggeprek ayam.
"Saya tadinya nggak punya motor, pinjem punya adik, sampai sekarang alhamdulillah punya mobil dua, motor 4, terus bangun rumah, dari sini ternyata menjanjikan bisnisnya," jelas Yodhi
Klik halaman selanjutnya untuk mengetahui kisah salah satu Mitra GrabBike selama pandemi.
Berkat Prokes, Umur Bukan Halangan untuk Tetap Mengaspal
Sama halnya dengan Bayu dan Yodhie, pandemi juga turut menghantam pendapatan Warsito (53) yang merupakan mitra driver GrabBike yang bergabung sejak tahun 2015. Ayah dua anak ini bahkan tidak menerima order sama sekali hingga tiga minggu pada saat awal pandemi di tahun 2020.
"Sampai 3 minggu nggak dapat orderan. Waktu itu (kan driver) Grab total nggak bisa bawa penumpang semua tanpa terkecuali. Banyak driver yang punya pacar mau menikah gagal, yang udah nikah, istrinya nggak kuat cerai, motor dikredit banyak yang ketarik, ini kan dilema," ujarnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Toto, panggilan akrabnya, lalu berkomunikasi dengan salah satu manajemen Grab yang dia kenal untuk mencari beberapa solusi. Sampai akhirnya ia ditawari untuk mengambil layanan mengantar paket. Sebab di keluarganya ia merupakan satu-satunya yang menafkahi keluarga.
Istrinya yang sebelumnya menjual makanan di kantin sekolah, ikut terimbas dan tidak bisa berjualan. Sementara pada saat yang sama, ia juga harus membiayai anak keduanya yang sedang memasuki tahap akhir perkuliahannya yang pasti membutuhkan banyak biaya.
Toto mengatakan sejak terjadinya pandemi dan mulai diberlakukannya PSBB pada tahun lalu membuat para mitra driver GrabBike tidak bisa membawa penumpang. Namun, manajemen Grab Bike telah melakukan kebijakan-kebijakan baru untuk mitranya agar tetap berpenghasilan, salah satunya dengan membuka berbagai layanan baru seperti Grab Assistant dan GrabMart maupun bekerja sama dengan berbagai pihak ketiga.
"Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, kami para mitra tetap berpenghasilan di masa PSBB. Beberapa bulan PSBB pun, Grab berhasil meluncurkan GrabProtect. Di mana mitra mulai bisa membawa penumpang dengan fasilitas partisi, hand sanitizer, masker dan pembersihan kendaraan dari GrabBike. Di samping pembagian sembako untuk para mitranya secara berkala," ujarnya.
"Yang akhirnya kami bisa membawa penumpang secara normal lagi dengan mengikuti protokol kesehatan. Dan yang baru beberapa hari ini, kami para mitra difasilitasi Grab untuk mendapatkan suntik vaksin yang mulai Senin kemarin. Itulah faktor-faktor yang membuat kami para mitra Grab dapat bertahan mencari nafkah untuk keluarga," jelasnya.
Toto merupakan 300 orang driver pendaftar GrabBike pertama di Jabodetabek. Ia yang sebelumnya berprofesi ojek pangkalan tersebut berubah haluan menjadi ojek online. Menurutnya, awal-awal Grab ada di Indonesia dan jumlah driver masih sedikit, penghasilannya sangat tinggi karena adanya dukungan berbagai insentif yang disediakan Grab.
"Saya insentif bisa dibilang satu hari minimal (bisa dapat) di atas Rp 500 ribu. Dulu pertama kali kita, bisa ngebayangin, hidupkan hp, aplikasi saja, tanpa membawa penumpang, udah dikasih uang. Di samping jaminan argo, kita juga dapat dari akumulasi penumpangnya, uangnya cukup saat itu, saya pernah mencapai angka Rp 1,7 juta pas awal-awal selama sehari saat itu," ujarnya.
Namun, penghasilan yang lumayan tersebut tidak serta merta membuat Toto langsung membeli barang-barang mewah baru. Sebab anak, terutama pendidikannya merupakan orientasi yang diutamakan Toto dibanding dirinya sendiri.
"Saya bukan orang yang mentingin pribadi yah, kalau saat itu mau ganti handphone yang mewah, motor yang mewah, saya bisa, tapi saya nggak ke sana. Saya berpikir anak saya masih ada dua, pendidikan mereka. Di situlah saya nabung sehingga saat (anak saya) membutuhkan dana yang besar saya alokasikan ke dia," ujarnya.
"Anak yang gede kan tiap semester ada (tagihan). Pernah kejadian anak saya yang gede duitnya kurang, 'kaka malu nih ngomong', saya ingat dia minta Rp 5 juta dan waktu bayarnya tinggal 3 hari lagi. Yaudah besok aja kata saya. Lan anak bingung emang ini bapak gue kerjanya seperti apa. Papa dari mana, oh ada buat kalian," imbuhnya.
Pada tahun 2015, saat awal-awal Toto menjadi driver GrabBike, anaknya yang pertama sudah masuk kuliah di salah satu kampus di Jakarta. Satu tahun kemudian adiknya menyusul masuk kuliah. Anak pertamanya lulus pada tahun 2018 dan menikah pada tahun 2019 serta sudah tidak tinggal bersama Toto di Lenteng Agung. Sementara anak keduanya baru saja diwisuda virtual belum lama ini dan sudah bekerja.
Tak hanya kerja menarik penumpang, Toto yang menjadi Koordinator Wilayah Jakarta Selatan ini juga sering membantu masalah yang dialami driver GrabBike, baik dengan manajemen maupun dengan penumpang. Berbagai kasus pernah dia bantu selesaikan. Hal ini juga yang membuatkan cukup dikenal baik oleh driver maupun manajemen Grab, termasuk oleh Presiden Direktur Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata.
Bagi Toto, membantu menyelesaikan berbagai masalah berbagai driver itu mendatangkan kebaikan bagi dirinya, termasuk dapat mencari nafkah selama masa pandemi dan menyelesaikan biaya pendidikan anaknya di masa pandemi ini.
"Kalau lu ngebantu taruna, lu jangan berharap dapat kebaikan dari dia juga. Bisa jadi dari orang lain. Itu yang saya alami, misalnya saat anak saya sedang mau wisuda butuh biaya Rp 2-3 juta dalam waktu 2 hari. Tiba-tiba ada aja rezekinya," tuturnya.
Kini Toto mengaku beban tanggungannya menjadi lebih ringan usai menyelesaikan pendidikan S1 kedua anaknya. Pandemi yang sudah terjadi satu tahun belakangan tidak menyurutkannya untuk tetap mencari nafkah untuk keluarga dan pendidikan anaknya. Ia pun sempat menunjukkan foto dirinya bersama istri dan anak keduanya yang memakai toga.
"Pandemi awal emang sepi penumpangnya. Perbandingannya misalnya ada 10 customer, tetapi jumlah drivernya ada 100 dalam satu kali waktu order. Dengan kondisi itu jumlah orderan yang ada dengan jumlah driver tidak sesuai. Kita nggak bicara faktor hoki, yang penting kita berdoa dan kita mau terima, tapi di lapangan kita tetap usaha. Alhamdulillah jadinya bisa sampai nyelesain pendidikan anak saya di masa pandemi ini," pungkasnya.