Pemilik Spotify Kritik Negaranya dan Ancam Pindah ke AS
Hide Ads

Pemilik Spotify Kritik Negaranya dan Ancam Pindah ke AS

Fino Yurio Kristo - detikInet
Kamis, 14 Apr 2016 11:42 WIB
Foto: Getty Images
Jakarta - Daniel Ek, CEO dan pendiri layanan streaming musik Spotify gerah dengan kebijakan di negaranya, Swedia. Sampai-sampai ia mengancam akan memindahkan operasional Spotify ke Amerika Serikat beserta ribuan karyawannya.

Daniel yang mendirikan Spotify bersama Martin Lorentzon menilai pemerintah Swedia kurang mendukung startup berkembang jadi perusahaan besar. Ada banyak peraturan yang kurang menguntungkan startup, misalnya soal tempat tinggal karyawan sampai masalah saham.

"Sukses mensyaratkan Anda berubah secara konstan dan beraksi cepat. Ini sama dengan politik. Perlu ada aksi segera, kalau tidak, maka Stockholm dan Swedia akan kalah di kompetisi global," tulis Daniel di blognya, dikutip detikINET dari Financial Times.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami cinta Swedia dan yakin bahwa negara ini punya lingkungan terbaik untuk kami. Namun di saat yang sama, kami tidak bisa secara ajaib menghilangkan rintangan politik. Ribuan pekerjaan di Spotify bisa pergi ke AS ketimbang Swedia," tambahnya.

Daniel menggarisbawahi bahwa dari lima perusahaan teknologi Swedia tersukses, tiga di antaranya sudah diakuisisi perusahan AS. Sebut saja Skype yang diakusisi Microsoft. Ini bisa menjadi warning bagi pemerintah Swedia.
Salah satu sudut kantor Spotify di New York

Keluhan Spotify ternyata sudah umum di kalangan perusahaan teknologi Eropa. Bahwa pemerintah gagal membantu startup sehingga tidak bisa berkembang jadi perusahaan besar yang bisa menantang raksasa teknologi AS semacam Google, Facebook atau Apple.

Daniel dan Martin mengemukakan tiga masalah yang menyulitkan startup Swedia. Pertama, sulitnya menyewa tempat tinggal di Swedia karena sangat dikontrol, lebih mudah membeli saja. Padahal Spotify mempekerjakan karyawan dari 48 negara dan butuh menyewa rumah.

Kedua kurangnya pendidikan TI pada anak. "Kita perlu memulai pelajaran pemrograman lebih dini di sekolah dasar sehingga kita bisa mengambil keuntungan dari talenta yang ada,"sebut Daniel.

Masalah ketiga adalah sulitnya membayar karyawan dalam bentuk opsi saham sehingga perusahaan kadang susah merekrut karyawan berbakat. "Kami terpaksa mengatakan bahwa jika tak ada perubahan yang dilakukan, kami mempertimbangkan tumbuh di negara lain saja ketimbang Swedia," pungkas Daniel.

Spotify sendiri memiliki kantor di beberapa negara. Salah satunya kantor megah dan keren yang beroperasi di New York, Amerika Serikat.

(fyk/ash)