Industri Telco RI Berdarah-darah, Asosiasi Telekomunikasi Mengeluh ke Prabowo
Hide Ads

Industri Telco RI Berdarah-darah, Asosiasi Telekomunikasi Mengeluh ke Prabowo

Agus Tri Haryanto - detikInet
Rabu, 16 Jul 2025 20:01 WIB
Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Marwan O. Baasir
Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET
Jakarta -

Pelaku usaha telekomunikasi dalam negeri ramai-ramai mengirim rekomendasi terkait kondisi mereka yang sedang 'berdarah-darah' ke Presiden Prabowo Subianto.

Mereka adalah Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), dan Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi).

"Kemarin ATSI menyampaikan dengan beberapa asosiasi kirim surat lagi ke Presiden Prabowo, baru minggu ini, itu dengan asosiasi lainnya itu ada ATSI, APJII, Apjatel, dan Askalsi. Intinya minta pertimbangan regulatory charge yang affordable untuk masyarakat," ujar Direktur Eksekutif ATSI Marwan O. Baasir

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, keempat asosiasi telekomunikasi tersebut telah mengirimkan surat di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'aruf Amin. Namun belum direspon sehingga mereka kembali mengirimkan surat di pemerintahan saat ini.

"Masih sama (isinya) karena kita ingin remind bahwa industri telekomunikasi ini sudah menjadi industri yang pokok, dibutuhkan masyarakat, kuota internetnya, bahkan Presiden Prabowo juga menyampaikan ingin membuat dunia pendidikan digital, otomatis membutuhkan industri yang sehat, kuat, tentu prinsip-prinsip perpajakan atau non-pajak di industri ini perlu dipertimbangkan," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Salah satu yang menjadi pertimbangan tersebut, pelaku industri berharap adanya penurunan biaya regulasi atau regulatory charge yang saat ini mencapai lebih dari 12%. Sebagai informasi, biaya regulasi ini mencakupi biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi hingga biaya Universal Service Obligation (USO) sebesar 1,25% dari pendapatan operator.

Beban tersebut dinilai sudah sangat tinggi di tengah gempuran penyedia layanan over the top (OTT) yang belum diatur dan pembangunan infrastruktur telekomunikasi nasional.

"Harapannya di bawah 10% karena kan rekomendasi dari GSMA itu di bawah 10% kalau itu sehat atau moderat lah," ungkap Marwan.




(agt/fay)