Elon Musk dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan teknologi ramah lingkungan, terutama dengan mobil listrik Tesla. Namun aksi Tesla memborong bitcoin senilai USD 1,5 miliar membuat Musk jadi sasaran kritikan. Kenapa?
Pembelian bitcoin itu membuat harganya melonjak karena semakin diburu. Namun demikian, situasi ini dikhawatirkan membuat penggunaan listrik semakin boros. Sebabnya, mata uang digital itu ditambang dengan komputer yang haus energi.
Energi listrik sangat bergantung pada bahan bakar fosil, terutama batu bara. Prosesnya pun menghasilkan banyak polusi. Dengan semakin maraknya aktivitas penambangan, konsumsi listrik pun bakal kian besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip detikINET dari Reuters, Kamis (11/2/2021), produksi bitcoin diperkirakan menghasilkan antara 22 sampai 22,9 juta metrik ton emisi karbondioksida setiap tahun berdasarkan studi tahun 2019 oleh jurnal ilimah Joule. Itu setara dengan emisi yang dihasilkan Yordania dan Sri Lanka.
Dengan mempromosikan bitcoin, Elon Musk dan Tesla justru seakan menodai misi mereka dalam mempromosikan energi bersih. "Kami tentu saja sangat cemas soal level emisi karbondioksida yang dihasilkan penambangan bitcoin," kata Ben Dear, CEO Osmosis Investment Management yang menjadi salah satu pemegang saham Tesla.
Dia berharap Tesla akan transparan dalam menangani investasi bitcoin yang mereka lakukan. "Jika mereka terus membeli atau mulai menambang bitcoin, mereka perlu memasukkan data konsumsi energi yang relevan," imbuhnya.
Memang bisa jadi Musk dan Tesla akan mempromosikan penambangan bitcoin yang lebih ramah lingkungan. Akan tetapi dalam jangka pendek, penambangan bitcoin tentu masih akan menggunakan metode lama.
Pakar yang optimis yakin Musk akan punya solusi. "Saya pikir akan ada usaha konkret dari industri bitcoin untuk lebih ramah lingkungan. Tesla adalah salah satu perusahaan paling hijau di planet ini, jadi saya yakin mereka akan menemukan caranya," kata SJ Oh, pendiri perusahaan bitcoin ramah lingkungan Pow.re.
(fyk/fay)