Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengungkapkan nasib Satelit Republik Indonesia atau Satria-1 ketika Starlink masuk dan ikut menyasar sektor kesehatan dan pendidikan.
Satria-1 telah diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, pada pertengahan Juni dan beroperasi Desember 2023. Satelit canggih itu dimanfaatkan untuk menyediakan akses internet bagi sektor Puskesmas, sekolah, pemerintah, dan pertahanan di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T).
Sementara itu, pada Minggu (19/5/2024) CEO SpaceX Elon Musk datang ke Bali dan meresmikam Starlink masuk ke pasar ritel Indonesia dan juga membidik area sama yang dilakukan Starlink.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait nasib Satria-1, Wamenkominfo Nezar pun memberikan penjelasannya kepada awak media usai menjadi pembicara dalam diskusi Starlink di Universitas Paramadina, Jakarta.
"Itu complementer (pelengkap) saja yang nggak bisa dilayani oleh Satria-1," ujar Nezar, Jumat (31/5/2024).
![]() |
Lebih lanjut, kata Nezar, Satria-1 yang memiliki kapasitas 150 Gbps hanya melayani sekitar 37 ribu titik. Tidak satu areanya dapat memberikan kecepatan internet maksimal 5 Mbps.
Hal itu yang diharapkan dengan adanya Starlink di Indonesia, terutama mengatasi konektivitas di empat sektor yang belum terjangkau sinyal internet di daerah pelosok Tanah Air tersebut.
"Kita harapkan itu cukup untuk membantu di empat area itu tadi, kesehatan, pendidikan, pemerintahan di daerah 3T, lalu soal pertahanan," jelasnya.
"Ada juga daerah-daerah yang mungkin nggak bisa dijangkau oleh Satria-1 ini, sehingga membutuhkan koneksi yang lain. Dan ini complementer saja dengan Starlink," pungkasnya.
(rns/rns)