Satelit Republik Indonesia (SATRIA-1) yang telah mengorbit sejak Senin (30/10) lalu, menciptakan momentum bersejarah untuk perkembangan ekosistem digital di Indonesia. Keberadaan satelit ini mampu memberikan multiplier effect terhadap berbagai sektor, terutama ekonomi digital Republik Indonesia (RI).
Menurut Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad menilai layanan internet dianggap sebagai jalan untuk penguatan ekonomi digital di Indonesia. Ia optimistis dengan percepatan ini, ekonomi digital Indonesia dapat mencapai US$ 130 miliar pada tahun 2025.
"Keberadaan satelit itu akan cukup signifikan mempengaruhi perkembangan digital ekonomi secara overall. Diperkirakan dengan adanya percepatan ini, saya yakin bahwa secara ekonomi akan meningkat, kalau di 2022 sekitar US$ 77 miliar, 2025 ya itu bisa mencapai US$ 130 miliar lebih tinggi atau kenaikan sekitar 19%," ujar Tauhid dikutip dari CNBC TV, Jumat (15/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, apabila percepatan, pemerataan, dan peningkatan kualitas dilakukan dengan lebih baik, maka sektor ekonomi digital akan mengalami pertumbuhan yang lebih besar. Kehadiran Satria-1 memiliki dampak signifikan, terutama di sektor online travel, transportasi, food delivery, online media, dan e-commerce. Apalagi, tambah Tauhid, pengembangan 4G semakin luas dan 5G juga akan semakin berkembang, hal ini akan mendorong impact ekonomi yang lebih luas.
Senada dengan Tauhid, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedi Permadi menyatakan Satria-1 akan memperkuat transformasi ekonomi digital, termasuk mendukung digitalisasi sistem pembayaran, terutama di daerah yang belum terjangkau jaringan internet.
"Percepatan transformasi digital itu secara langsung dan tidak langsung mendukung ekosistem pembayaran digital masa pandemi dan setelah keluar dari pandemi," ujar Dedi.
Menurutnya, langkah ini diambil karena melihat potensi besar ekonomi digital, terutama selama pandemi COVID-19 yang mendorong masyarakat beradaptasi cepat terhadap ekosistem digital.
Pada April 2020, lanjut Dedi, jumlah toko menggunakan pembayaran digital mencapai 4,3 juta dengan total transaksi Rp 17,6 triliun. Potensi ini mendorong percepatan transformasi digital yang diharapkan dapat mendukung UMKM, di mana hanya 14,8% dari 64 juta pelaku UMKM yang telah beralih ke transaksi digital.
Meskipun demikian, Dedi mengatakan infrastruktur teknologi telekomunikasi di Indonesia masih harus ditingkatkan, terutama di daerah yang belum terjangkau jaringan 4G. Dengan 479 ribu BTS yang telah dideploy di seluruh Indonesia, masih terdapat 12.548 desa yang belum mendapatkan sinyal 4G memadai.
"Ini yang kami harapkan penuntasan infrastruktur telekomunikasi bisa terselesaikan dan harapannya Satelit Satria bisa beroperasi pada kuartal ketiga 2023," imbuhnya.
Sebagai informasi, Satria-1, yang kini berada di orbit 146 BT di atas Papua, memberikan akses internet merata ke 150.000 titik layanan di seluruh Indonesia. Distribusinya meliputi 54.400 titik di Sumatera, 19.300 di Kalimantan, 23.900 di Sulawesi, 18.500 di Papua dan Maluku, 13.500 di Bali dan Nusa Tenggara, serta 19.400 titik di Pulau Jawa. Fokusnya adalah pada sektor layanan publik, seperti 93.400 titik untuk sekolah, 3.700 titik untuk layanan kesehatan, 3.900 untuk sektor polhukam, dan 47.900 titik untuk kantor daerah.
(akn/ega)