Mengenal Kecanggihan Teknologi yang Ada di Satelit Satria-1
Hide Ads

Mengenal Kecanggihan Teknologi yang Ada di Satelit Satria-1

Erika Dyah - detikInet
Kamis, 14 Des 2023 14:57 WIB
Satelit Republik Indonesia (Satria-1) sudah mencapai orbitnya dan dijadwalkan mulai operasional pada akhir Desember 2023. Inilah potret stasiun pengendali SATRIA-1 yang ada di Bumi.
Stasiun Kendali Bumi Satria-1 di Banjarbaru/Foto: Rachman_punyaFOTO
Jakarta -

Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bakal mengandalkan Satelit Republik Indonesia (Satria-1) untuk memantulkan sinyal ke berbagai wilayah di Indonesia, khususnya wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Satelit canggih ini menggunakan teknologi Very High Throughput Satellite (HTS) dengan frekuensi Ka-Band.

Mengutip jurnal dari Muhammad Aulia Aditya Harianto, Heroe Wijanto, Muhammad Irfan Maulana di Universitas Telkom, High Throughput Satellite (HTS) memiliki keunggulan dibandingkan dengan satelit konvensional.

Meski satelit konvensional menghasilkan arah sorotan (spot beams) lebih luas dan satelit HTS menghasilkan sorotan lebih sempit, namun satelit HTS dapat menghasilkan beberapa spot beam. Hal ini karena HTS diarahkan untuk memiliki frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan satelit konvensional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keunggulan dalam menggunakan frekuensi tinggi adalah mampu memiliki redaman yang lebih baik ketika hujan. Dalam menghasilkan redaman, teknologi ini meningkatkan daya kirim pada satelit untuk mendapatkan penguatan yang lebih tinggi. Karena daya kirim sinyal yang diperkuat, maka menghasilkan arah sorotan menjadi lebih sempit.

Adapun pemilihan frekuensi Ka-Band karena mampu menghasilkan kecepatan internet tinggi. Di satelit Satria-1 kecepatannya mampu mencapai 150 Gbps. Frekuensi lainnya, yakni C-Band misalnya hanya mampu menghasilkan kecepatan di bawah puluhan Gbps. Sedangkan frekuensi Ku-Band hanya mampu menghasilkan kecepatan puluhan hingga belasan Gbps saja.

ADVERTISEMENT

Dengan menggunakan teknologi HTS dan frekuensi Ka-Band, satelit Satria-1 akan memancarkan 116 Spot Beam untuk dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Dengan deretan teknologi tersebut, satelit yang memiliki bobot 4,6 ton ini disebut mampu memberikan layanan sambungan internet lebih cepat dengan jangkauan lebih luas selama 15 tahun.

Satelit setinggi 6,5 meter ini juga menggunakan teknologi electric propulsion yang mampu memperpanjang usia pakainya. Sebab, teknologi ini memanfaatkan pendorong elektrik untuk pergerakan satelit. Teknologi ini juga mampu menghemat penggunaan bahan bakar satelit.

Dengan total kapasitas 150 Gbps, satelit Satria-1 akan melayani 370.000 titik layanan publik dengan kecepatan masing-masing titik layanan mencapai 1 Mbps.

Satelit Satria-1 menempati slot orbit 146 derajat Bujur Timur (BT) yang tepat berada di atas Pulau Papua. Slot ini telah diperhitungkan karena kehadiran Satria-1 bertujuan menyasar layanan di wilayah 3T Indonesia.

Setelah berada di 146 derajat BT, nantinya akan dilakukan In-Orbit Testing untuk memastikan perangkat Satelit SATRIA berfungsi normal. Tahapan ini diperkirakan memakan waktu tiga minggu. Selanjutnya dilakukan In-Orbit Acceptance Review (IOAR) pada pekan pertama Desember 2023.

Sebagai informasi, Satelit Satria-1 diluncurkan pada Juni 2023 lalu dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS). Satelit yang diproduksi selama 3 tahun oleh perusahaan manufaktur Antariksa Prancis, Thales Alenia Space (TAS) sejak September 2020 hingga Mei 2023 ini, digadang-gadang menjadi yang terbesar di Asia dan memiliki beragam kecanggihan teknologi.




(akn/ega)