Menanti Insentif 5G Kominfo: Hidup Matinya Operator Seluler RI
Hide Ads

Menanti Insentif 5G Kominfo: Hidup Matinya Operator Seluler RI

Agus Tri Haryanto - detikInet
Selasa, 31 Okt 2023 14:10 WIB
PT XL Axiata Tbk terus memperluas jaringan 4G milik mereka. Kini warga Cirebon, Jawa Barat bisa menikmati layanan 4G dari XL.
Ilustrasi BTS 4G operator seluler. Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah merancang insentif 5G kepada operator seluler. Insentif tersebut akan berdampak pada keberlanjutan industri telekomunikasi Indonesia.

Guru Besar Bidang Ilmu Hubungan Internasional UGM Poppy Sulistyaning Winanti, menilai saat ini industri telekomunikasi memegang peran yang sangat strategis bagi perekonomian suatu negara.

"Saat ini perkembangan ekonomi disumbang oleh aktivitas ekonomi digital. Tanpa dukungan industri telekomunikasi, niscaya aktivitas ekonomi digital tumbuh. Sehingga sumbangan industri telekomunikasi bagi pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia sangat besar," ujar Poppy dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di kawasan ASEAN pertumbuhan ekonomi digital Indonesia merupakan tertinggi. Sehingga pemerintah perlu menjaga pertumbuhan dan keberlangsungan industri telekomunikasi nasional," ucap Poppy menambahkan.

Namun disayangkan saat ini pertumbuhan dan keberlangsungan industri ini menghadapi tantangan yang sangat besar. Salah satu kendalanya, tingginya beban regulatory cost.

ADVERTISEMENT

Jika pemerintah tak bisa membuat regulasi yang dapat memperkecil regulatory cost, Poppy khawatir peringkat Indonesia di Harvard Business Review akan melorot ke katagori ke titik nadir, yaitu watch out.

"Indonesia masih belum mampu untuk naik kelas. Kendalanya disebabkan literasi digital, kesenjangan digital di masyarakat, infrastruktur telekomunikasi, kompleksitas regulasi yang ada di Indonesia dalam penggelaran infrastruktur telekomunikasi dan regulatory cost yang tinggi," tutur Poppy.

"Sehingga ketika regulatory cost ini tinggi tentunya mempengaruhi peringkat Indonesia. Ketika pemerintah tak menyelesaikan PR ini, Indonesia bisa turun peringkat menjadi watch out. Katagori ini biasanya ada di negara-negara Afrika. Apa Indonesia mau disamakan dengan negara di Afrika," terang Poppy.

Sebelumnya, Menkominfo Budi Arie Setiadi mengeluhkan kualitas internet Indonesia terbilang tertinggal di kawasan Asia Tenggara. Terkait hal itu, Poppy, mengungkapkan akibat regulatory cost yang membuat kualitas internet Indonesia lambat dibandingkan negara lainnya.

Berdasarkan benchmark dari Coleago Consulting, komposisi biaya BHP frekuensi terhadap revenue yang akan menjadikan industri tumbuh berkelanjutan adalah berada di bawah 5%. Sedangkan komposisi sekitar 5%-10% masih dapat mendorong keberlanjutan industri (industry may be sustainable). Namun jika komposisi regulatory cost tersebut di atas 10% dianggap tidak mendukung keberlanjutan industri.

"Jika Indonesia tidak melakukan pembenahan fundamental di industri telekomunikasi, daya saing Indonesia dipastikan akan kalah dengan negara-negara di regional lainnya seperti Vietnam. Salah satu yang mempengaruhi minat investasi asing adalah kehandalan infrastruktur telekomunikasi," kata Poppy.

Agar regulatory cost semakin rendah, Poppy menyarankan pemerintah dapat memberikan insentif seperti keringanan BHP frekuensi. Pemerintah juga bisa memberikan insentif berupa kemudahan perizinan lainnya seperti mendirikan tower, kemudahan penggelaran fiber optic dan berbagai kemudahan lainnya.




(agt/fay)
Berita Terkait