Pembangunan BTS di daerah terpencil butuh dana berlipat
Merza Fachys, Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengatakan, investasi BTS dan pembangunan menara antena di daerah yang infrastrukturnya telah tersedia menelan dana minimal Rp 1 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai investasi pembangunan tersebut akan melonjak hingga 3x lipat jika Menara dan BTS tersebut dibangun di daerah terpencil (daerah USO) yang memiliki geografis yang menantang. Minimal dana yang dibutuhkan untuk investasi awal BTS di 12.500 desa mencapai hamper Rp 40 triliun. Dalam kondisi real di lapangan, jumlah yang diperlukan bisa saja membengkak.
"Kalau melihat dari video profil BAKTI yang membangun BTS di daerah terpencil menggunakan helikopter, maka biaya yang dikeluarkan mungkin bisa melonjak 3x lipat. Biaya tersebut belum termasuk biaya operasional dan biaya transmisi. Jika tersedia fiber optic, maka biaya transmisi masih terjangkau. Kalau pakai satelit dan harus mengirim BBM untuk genset ke daerah terpencil maka biaya operasional juga akan tinggi," ujar Merza.
Baca juga: Akhirnya! Sinyal 4G Selimuti Morotai |
Untuk dapat menikmati layanan broadband, minimal bandwidth yang dibutuhkan untuk transmisi mencapai 6 Mbps. Harga untuk setiap mega bandwidth melalui satelit dibutuhkan biaya Rp 30 juta. Jadi minimal biaya transmisi satelit yang harus dikeluarkan di daerah terpencil mencapai Rp 180 juta.
Selain bandwidth melalui satelit yang mahal, pengadaan BBM untuk BTS USO diperkirakan juga mahal. Di wilayah yang tidak menantang, pembelian BBM dan perawatan BTS yang dikeluarkan operator telekomunikasi minimal Rp 30 juta. Jika di daerah USO atau terpencil dengan geografis yang menantang maka biaya perawatan dan BBM juga akan membengkak.
Biaya operasional berupa sewa bandwidth, BBM, dan maintenance tersebut jika diperkirakan bisa lebih dari Rp 250 juta per bulan. Padahal pendapatan per BTS di daerah USO hanya Rp 7 juta hingga Rp 15 juta perbulan. Sehingga ketika ingin membuat 12.500 desa mendapatkan layanan broadband, pemerintah harus sadar untuk mengalokasikan kocek untuk operasional BTS USO lebih dari Rp 3 triliun perbulan.
Pemerintah tentu harus berhati-hati dalam mengeluarkan dana invetasi Rp 40 triliun serta dana operasional 3 triliun per bulan. Untuk memastikan tidak ada kebocoran dana, Ucok menyarankan agar aparat penegak hukum seperti BPK, KPK, dan Kejaksaan dilibatkan sejak dari awal dalam mengawal proyek ini.
Terakhir, pemerintah juga perlu mempertimbangkan subsidi pengadaan gadget berupa smartphone, tablet, laptop, dan/atau desktop bagi masyarakat mengakses internet. Karena keterbatasan ekonomi, hanya sebagian kecil masyarakat di 12.500 desa yang mempunyai dan/atau memiliki akses ke gadget tersebut. Tanpa gadget, bisa dipastikan keberadaan jaringan telekomunikasi yang mahal tidak akan berdampak signifikan bagi masyarakat tersebut.