Bangun Infrastruktur Telekomunikasi di Pelosok, Pemerintah Diminta Realistis
Hide Ads

Bangun Infrastruktur Telekomunikasi di Pelosok, Pemerintah Diminta Realistis

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Jumat, 07 Agu 2020 21:50 WIB
Teknisi melakukan perawatan pemancar Base Transceiver Station (BTS) 4G milik PT Telkomsel di Jakarta, Rabu (28/10/205). Telkomsel terus menambah cakupan dan meningkatkan kualitas jaringan 4G LTE di Indonesia, hingga saat ini Telkomsel mengklaim memiliki lebih dari 1,5 juta pelanggan. Rachman Haryanto/detikcom.
Ilustrasi BTS. Foto: Rachman Haryanto
Pasalnya saat ini banyak daerah terpencil yang mengandalkan generator berbahan bakar solar untuk bisa mendapat listrik. Padahal, harga solar terbilang tinggi, pun ongkos pemeliharaan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil sangatlah tinggi.

"Jika pemerintah tidak menyediakan jaringan listrik bisa dipastikan nasib proyek pembangunan jaringan telekomunikasi akan mangkrak. Kita punya pengalaman MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan) yang tak berjalan. Apakah proyek yang gagal tersebut akan diulangi oleh pemerintah? Presiden harus sadar akan tantangan tersebut," terang Uchok.

Jika infrastruktur listrik sudah tersedia, baru dapat dibangun jaringan telekomunikasi. Uchok meminta agar prioritas pembangunan untuk akses jaringan telekomunikasi dapat mengoptimalkan penggunaan Palapa Ring yang telah dibangun pemerintah. Sebab saat ini utilisasi Palapa Ring masih terbilang rendah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika memang tak memungkinkan dengan Palapa Ring, dapat dipertimbangkan menggunakan Satelit. Dengan geografis Indonesia yang menantang, memang kita masih membutuhkan satelit. Untuk dapat melayani masyarakat di daerah 3T pemerintah harus melakukan perencanaan yang matang dan mencari alternatif yang paling ekonomis. Apakah memiliki satelit sendiri atau dapat menyewa," terang Uchok.

Pengadaan satelit SATRIA oleh Kominfo melalui BAKTI senilai Rp 21 triliun (space segment) serta penyediaan ground segment yang secara total diperkirakan lebih dari Rp 80 triliun dinilai Uchok terlalu mahal dan berpotensi memberatkan keuangan negara.

ADVERTISEMENT

Beban ini tidak hanya untuk satu tahun, namun selama 15 tahun sesuai umur satelit tersebut. Sebab yang akan disasar adalah daerah yang trafik komunikasinya rendah dan revenuenya juga terbatas serta tidak menguntungkan secara bisnis.

"Karena daerah 3T merupakan wilayah yang tidak menguntungkan jadi seharusnya pemerintah mencari satelit yang lebih murah. Jika ada teknologi telekomunikasi lain yang lebih murah dari satelit, mungkin pemerintah dapat mempertimbangkan itu," jelasnya

"Jika ada skema sewa dan tidak perlu membayar availability payment yang memberatkan setiap tahun, maka perlu dipertimbangkan. Jangan sampai karena satelitnya mahal nantinya yang akan terbebani adalah masyarakat di daerah tersebut. Jangan sampai operasional penyelenggaraan telekomunikasi di daerah 3T nantinya akan menguras APBN," terang Uchok.