Axiata, induk perusahaan dari XL Axiata berkeinginan untuk mencaplok salah satu operator seluler di Indonesia. Rencana tersebut kemudian ditanggapi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
"Kalau soal akuisisi, investasi, divestasi, itu aksi korporasi, apalagi ini di antara perusahaan swasta itu menjadi keputusan bisnis, mau lepas, mau beli, itu urusan antara swasta," kata Menkominfo Johnny G Plate lewat sambungan telepon, Selasa (26/5/2020).
Terkait niatan Axiata untuk melakukan mencaplok operator seluler di Tanah Air, disampaikan Johnny bahwa pemerintah hanya berharap bahwa aksi korporasi tersebut berujung pada peningkatan kualitas layanan kepada pelanggan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah paling penting itu dalam rangka konsolidasi di industri telekomunikasi agar lebih efisien, sehingga pemanfaatan spektrum lebih optimal, tentunya pelayanan kepada pelanggan, itu harapannya. Selanjutnya, (keputusan aksi korporasi) ada di korporasi," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan dalam wawacara eksklusif dengan Reuters, CEO Axiata Jamaludin Ibrahim mengungkap tengah melakukan pembicaraan untuk membeli salah satu operator seluler pesaing yang lebih kecil. Upaya tersebut untuk efisiensi sekaligus mengurangi persaingan pasar.
Hanya saja tidak disebutkan operator mana yang akan dipinang. Kemungkinan satu di antara tiga operator yang posisinya setara atau di bawah XL Axiata, yakni Indosat Ooredoo, Smartfren dan Tri Indonesia.
"Kecuali pemain terbesar, saya dapat memberitahukan saat ini kami sedang berbicara dengan semua orang untuk semacam pengaturan," terang Jamaludin.
"Saya tidak bisa membayangkan membeli dua (operator) dan toh Anda tidak perlu melakukannya," tambahnya.
Jamaludin mengatakan Axiata Group punya kapitalisasi pasar sekitar USD 8 miliar. Saat ini pihaknya telah melakukan uji tuntas tahun lalu, dan informasi dari itu dapat berguna jika kesepakatan akan terwujud tahun ini.
Jamaludin, yang pensiun akhir tahun ini, mengatakan Axiata juga sedang mencari kesepakatan di Malaysia dan Sri Lanka. Perusahaan ini juga beroperasi di Bangladesh, Kamboja, Nepal, Pakistan, Myanmar, Thailand, Laos, dan Filipina.
"Saya berharap sebelum pensiun, setidaknya satu negara terjadi. Entah Malaysia, Indonesia atau Sri Lanka,"katanya.
"COVID-19 menjadikannya suatu keharusan untuk berkonsolidasi, bahkan lebih dari sebelumnya, dan karenanya untuk berdiskusi dengan semua pihak menjadi sangat penting," pungkas Jamaludin.
(agt/fay)