Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys mengatakan infrastruktur untuk 4G itu akan menggunakan Nokia dan ZTE dalam jangka waktu yang panjang hingga 3-4 tahun ke depan jika performa keduanya dinilai memuaskan.
"Tapi untuk dua tahun ke depan, kita punya perjanjian dengan Nokia dan ZTEβ dengan nilai kontrak total USD 788 juta," ungkapnya usai Rapat Umum Pemegang Saham Terbatas di kantor Smartfren, Sabang, Jakarta, Jumat (12/6/2015).
Antony Susilo, Direktur Keuangan Smartfren, menambahkan bahwa Nokia mendapatkan porsi kontrak terbesarβ dengan nilai USD 401,9 juta. Sementara ZTE nilai kontraknya USD 383,5 juta.
"Itu nilai kontrak untuk dua tahun ke depan. Selain dari kas internal, Nokia nanti pembayarannya menggunakan skema vendor financing. Sedangkan ZTE nanti dibayarnya dari pinjamanβ bank," ujarnya.
Smartfren sendiri tahun ini mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar USD 200 juta hingga USD 300 juta. Sedangkan tahun depan, 2016, diperkirakan bertambah menjadi USD 400 juta hingga USD 500 juta.
"Seperti dari modal kas internal, dan dua pertiga lainnya dari pinjaman bank," kata dia.
Capex ini nantinya dihasilkan dari pinjaman berupa Obligasi Wajib Konversi (OWK) yang dilakukan sebanyak dua kali. Namun duit itu tak cuma untuk membiayai 4G LTE, tapi juga untuk biaya operasional dan melunasi pinjaman bank.
"Investasi 4G LTE kita financing dari vendor itu sendiri dan pihak bankβ. Yang dari pihak bank belum dapat, masih dalam proses.β Semoga proses pinjaman bank ini rampung bulan depan. β Tapi funding untuk LTE ke depan nggak ada masalah sama sekali," katanya.
Bank yang dimaksud adalah China Development Bank. Smartfren rencananya akan meminjam uang USD 300 juta dari bank itu untuk membiayai infrastruktur dari ZTE yang juga berasal dari China. Nota kesepakatan antara kedua belah pihak ini dilakukan di sela kunjungan Presiden Joko Widodo ke negara itu.
(rou/ash)