Mengingat Kembali Lahirnya Registrasi SIM Card Prabayar yang Diduga Bocor
Hide Ads

Mengingat Kembali Lahirnya Registrasi SIM Card Prabayar yang Diduga Bocor

Agus Tri Haryanto - detikInet
Jumat, 02 Sep 2022 09:06 WIB
Program registrasi ulang prabayar bagi pelanggan lama, sudah memasuki batas akhir pada hari ini, Senin (30/4/2018).
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Data berukuran 87 GB yang isinya sebanyak 1,3 miliar data pendaftar SIM card prabayar diduga mengalami kebocoran. Penjual mengklaim bahwa data tersebut didapatkan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Sampai saat ini, Kominfo belum memberikan respon terkait dugaan kebocoran data registrasi SIM card prabayar yang prosesnya dilakukan sejak 2017 lalu. Sebenarnya apa itu registrasi SIM card prabayar?

Registrasi SIM Card Prabayar

Kembali ke tahun 2017, pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Kominfo mewajibkan kepada para pelanggan seluler lama untuk melakukan pendaftaran, tepatnya mulai 31 Oktober 2017. Sasaran dari program ini adalah mereka pelanggan prabayar, bukan pascabayar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejatinya, kebijakan registrasi SIM card prabayar ini sudah tercetus sejak 2015 tapi pada penerapannya tidak berjalan mulus. Hingga pada 31 Oktober 2017, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan formula yang tepat, yakni dengan melibatkan verifikasi dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.

Dengan menggandeng Dukcapil, pelanggan seluler diwajibkan mendaftarkan nomornya yang divalidasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).

ADVERTISEMENT

"Sudah (lebih) 11 tahun perjalanan untuk implementasi prabayar. Jadi, ini bukan baru tapi kebijakannya sudah 11 tahun tapi memang harus realistis melakukan ini, tergantung pada ekosistem juga tergantung pada proses sosialisasi kepada masyarakat," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

Program registrasi SIM card prabayar ini kemudian ditetapkan melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi sebagai dasar hukum kebijakan ini.

Cegah Kejahatan via Seluler

Registrasi ulang untuk pelanggan seluler ini diberlakukan terhitung dari 31 Oktober 2017 sampai 28 Februari 2018. Tujuan dari digulirkannya program ini, selain untuk mengetahui data pelanggan riil kartu prabayar, registrasi ini juga diharapkan menghilangkan kebiasaan pakai buang kartu perdana dan kejahatan via seluler.

Dalam mendaftarkan nomor selulernya, pelanggan dapat melakukan registrasi secara mandiri dengan SMS ke nomor 4444, website yang disediakan operator, dan gerai masing-masing operator.

Kisruh Registrasi SIM Card Prabayar

Pada awalnya, registrasi kartu prabayar ini sempat sedikit kisruh. Selain pelanggan mewajibkan NIK dan nomor KK, nama ibu kandung juga turut persoalan. Khusus untuk yang terakhir itu jadi perbincangan karena nama ibu kandung dinilai riskan untuk dibeberkan.

Pada akhirnya, Kominfo memerintahkan operator untuk tidak menyertakan nama ibu kandung sebagai kewajiban registrasi ulang. Nama ibu kandung dikategorikan sebagai data penting dan bersifat rahasia atau super password.

Selain nama ibu kandung, isu mengenai penyalahgunaan data pelanggan seluler ini juga sempat menyita perhatian publik, mengingat di saat yang bersamaan terjadinya kebocoran 46,2 juta nomor pelanggan seluler di Malaysia ketika itu. Pertanyaan mengenai data pelanggan ini dimanfaatkan untuk apa dan bagaimana pengamanannya, akhirnya gencar disosialisasikan oleh pemerintah dan Kominfo.

Maju-Mundur Pemblokiran SIM Card Prabayar

Jelang deadline registrasi kartu prabayar, jumlah nomor seluler yang terdaftar semakin tinggi. Ini tak terlepas dari peraturan bahwa bila tidak melakukan registrasi, maka pelanggan terancam nomornya diblokir.

Sayangnya, menjelang 28 Februari ini, informasi pemblokiran sempat simpang siur. Seperti kabar apakah lewat dari 28 Februari itu dilakukan pemblokiran total atau tidak.

Saat itu juga, Kominfo mengkonfirmasi bahwa lewat dari masa kewajiban registrasi prabayar, pelanggan yang belum mendaftar, hanya dilakukan pemblokiran bertahap.

Meski sudah memasuki waktu pemblokiran, pelanggan lama masih diberikan kesempatan untuk melakukan registrasi. Kesempatan tersebut disediakan oleh pemerintah sampai sampai 30 April 2018.

Halaman berikutnya registrasi SIM Card Prabaya didemo para penjual pulsa dan isu kebocoran data

Dipantau Komisi 1 DPR RI

Proses registrasi SIM card prabayar itu dipantau oleh Komisi DPR-RI. Terutama, saat muncul kasus penyalahgunaan data satu NIK sampai 50 nomor. Hal itu yang membuat Komisi I memanggil Menkominfo pada Senin (19/3/2018).

Rudiantara tak sendirian, ia didampingi Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Ismail, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Niken Widiastuti, dan komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna. Sementara dari operator seluler, yang ikut hadir adalah Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Direktur Utama Indosat Ooredoo Joy Wahyudi, Direktur Teknologi XL Axiata Yessie D. Yosetya.

Saat pemanggilan ini, Komisi I mencecar berbagai pertanyaan kepada Menkominfo terkait proses berjalan registrasi SIM Card prabayar, khususnya mengenai penyalahgunaan NIK yang dianggap sebagai kebocoran data pelanggan.

"Tidak ada kebocoran data. Kalau ibarat ban mobil, Kominfo itu nggak ada anginnya," ujar Rudiantara menanggapi isu kebocoran data pelanggan prabayar yang marak pada saat itu.

Saat memanggil Dukcapil di hari yang lain, Komisi I menemukan fakta yang lain, yaitu terjadinya registrasi massal berdasarkan hits yang diterima oleh Dukcapil untuk satu NIK. Tak tanggung-tanggung satu NIK dipakai untuk mendaftarkan 2,2 juta nomor yang melibatkan lima operator seluler, yakni Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia (Tri), dan Smartfren.

"Ini adalah contoh penyalahgunaan NIK yang paling ekstrem," ucap Zudan di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Jakarta, Senin (9/4/2018).

Didemo Penjual SIM Card

Kesatuan Niaga Celler Indonesia (KNCI) yang menaungi para penjual SIM card menolak adanya pembatasan registrasi kartu prabayar. Penolakan ini diwujudkan dengan demo dengan jumlah ribuan orang yang terdiri dari para penjual kartu perdana.

Mereka menolak dan mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, khususnya pada Pasal 11 yang berisikan pembatasan registrasi, yakni satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiga kartu perdana, tidak dicabut.

Pada akhirnya, pemerintah memberikan kewenangan kepada para penjual SIM card ini untuk dapat meregistarasi 1 NIK untuk lebih dari tiga nomor.

Dalam kesepakatan ini juga, operator operator wajib segera memberikan lisensi kepada outlet untuk implementasi kesepakatan ini yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS). Pemberian lisensi kepada outlet ini paling lambat harus terselenggara pada tanggal 21 Juni 2018.

Rekonsiliasi Data SIM Card Prabayar

Saat dipanggil oleh DPR juga, ditemukan perbedaan data yang tercatat di Dukcapil dan operator. Perbedaan ini pun disepakati dengan menyelesaikan dengan rekonsiliasi yang terus berjalan sampai 30 April.

Berdasarkan data rekonsiliasi ini, tercatat ada 254.792.159 nomor pelanggan yang telah teregistrasi. Data itu diungkap pada Rabu (16/5/2018).

Rekonsiliasi dilakukan dengan menghitung data hits pada sistem data kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri dan data registrasi nomor pelanggan pada masing-masing operator. Angka ini menunjukkan angka riil yang ideal jika dikomparasi dengan jumlah penduduk Indonesia yang 262 juta jiwa dan pengguna internet yang berjumlah 143 juta.

"Angka ini merupakan hasil akhir yang disetujui Ditjen PPI, BRTI, Ditjen Dukcapil dan para operator setelah adanya proses pencocokan dan pemblokiran nomor-nomor yang tidak melakukan registrasi ulang atau yang diregistrasi secara tidak benar, atau tanpa hak," jelas Dirjen PPI Kementerian Kominfo yang juga Ketua BRTI Ahmad M Ramli, Rabu (15/5/2018).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys, mengungkapkan angka rekonsiliasi ini merupakan angka riil nomor pelanggan sesungguhnya yang secara logika dan praktik menunjukkan angka yang merefleksikan pengguna nomor seluler dari pengguna di tanah air.

Untuk lebih menyehatkan industri Telekomunikasi, Merza menuturkan ke depan pola bisnis operator akan kepada penjualan voucher fisik isi ulang.

"Ke depan pola bisnis operator akan lebih mendorong penjualan voucher fisik isi ulang yang bisa dipasarkan melalui gerai dan outlet," kata Merza.

[Gambas:Youtube]