Hacker Korut Curi Rp 4,2 Triliun untuk Biayai Senjata Nuklir
Hide Ads

Hacker Korut Curi Rp 4,2 Triliun untuk Biayai Senjata Nuklir

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Kamis, 11 Feb 2021 21:11 WIB
An illustration picture shows a projection of binary code on a man holding a laptop computer, in an office in Warsaw June 24, 2013. REUTERS/Kacper Pempel/Illustration/File Photo
Foto: Reuters/Kacper Pempel
Jakarta -

Pasukan hacker Korea Utara mencuri lebih dari USD 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun selama 2020 untuk membiayai pembangunan senjata nuklir.

Data ini berasal dari dokumen rahasia PBB, yang menyebut aksi itu sebagai pelanggaran dari hukum internasional, demikian dikutip detikINET dari CNN, Kamis (11/2/2021).

Dokumen tersebut menuding rezim Kim Jong Un melakukan aksi peretasan terhadap institusi finansial dan tempat penukaran mata uang virtual untuk membiayai pembangunan senjata nuklir dan membantu perekonomian Korut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah negara anggota PBB yang tak disebut namanya mengklaim kalau hacker Korea Utara itu mencuri aset virtual senilai USD 316 juta antara November 2019 sampai November 2020.

Dokumen tersebut juga menuding Korut memproduksi material fissile, mempunyai fasilitas nuklir, dan memperbarui infrastruktur misil balistiknya, sambil tetap mencari material dan teknologi untuk program ini dari luar Korut.

ADVERTISEMENT

Penyelidik dari PBB menyebut salah satu negara berhasil menemukan data bahwa Korea Utara sangat mungkin memasang hulu ledak nuklir ke misil balistiknya, yang bisa menjangkau jarak sangat jauh.

Laporannya sendiri dibuat oleh UN Panel of Experts on North Korea. Badan ini dibuat untuk memantau dan menegakkan sanksi yang dikenakan untuk Korut, sebagai hukuman atas pengembangan senjata nuklir dan misil balistik.

CNN mengklaim mendapat laporan ini dari sumber diplomatiknya di Dewan Keamanan PBB. Belum diketahui kapan PBB akan merilis laporan ini untuk publik.

Laporan semacam ini biasanya dirilis enam bulan sekali, satu pada awal musim gugur, dan satu lagi pada awal musim semi. Namun belum jelas apakah PBB akan merilisnya, karena bocoran yang sebelumnya kemudian berdampak pada kemarahan China dan Rusia -- keduanya anggota Dewan Keamanan PBB -- yang berujung pada bermacam masalah diplomatik.




(asj/asj)