Ahli Duga 'Bulan Kedua' Bumi Terkait Rusia Sejak 1960
Hide Ads

Ahli Duga 'Bulan Kedua' Bumi Terkait Rusia Sejak 1960

Rachmatunnisa - detikInet
Selasa, 28 Okt 2025 17:00 WIB
Ahli astrofisika Profesor Avi Loeb dari University of Harvard
Ahli astrofisika Profesor Avi Loeb dari University of Harvard. Foto: Scientific American
Jakarta -

Profesor Avi Loeb dari University of Harvard membuat klaim baru yang berani mengenai quasi moon atau kuasi-bulan Bumi yang baru saja ditemukan, 2025 PN7. Ia meyakini objek langit yang dijuluki bulan kedua atau kembaran Bulan ini ada kaitannya dengan Rusia sejak 1960. Kok, bisa?

2025 PN7 pertama kali ditemukan oleh Pan-STARRS 1 (Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System) yang berbasis di Hawaii, yang juga menemukan pengunjung antarbintang pertama Tata Surya, 1I/Oumuamua, pada 2017. Berdasarkan analisis penelitian, anggota kelompok asteroid Arjuna ini mungkin telah ada sejak 1960.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia merinci, kuasi-satelit berbeda dari bulan mini (mini moon) karena mereka tidak terikat gravitasi Bumi, melainkan hanya berada di dekatnya. Bulan mini berada dalam orbit terikat mengelilingi Bumi untuk waktu yang terbatas. Daftar kuasi-satelit Bumi yang diketahui saat ini meliputi 164207 Cardea (2004 GU9), 469219 Kamo'oalewa (2016 HO3), 277810 (2006 FV35), 2013 LX28, 2014 OL339, dan 2023 FW13.

Pada 2 Agustus 2025, sebuah kuasi-bulan baru ditemukan oleh Carlos dan RaΓΊl de la Fuente Marcos. Kuasi-bulan ini secara luas digambarkan oleh pemberitaan media sebagai kandidat 'bulan kedua' Bumi.

ADVERTISEMENT

Disebut 2025 PN7, objek ini, menurut definisi kuasi-satelit, memiliki periode orbit mendekati 1 tahun, meskipun eksentrisitasnya di sekitar Matahari yang jauh berbeda dari nol, yaitu ∼ 0,1075, sehingga jaraknya yang dekat dengan Bumi menjadi lebih panjang.

"Dugaannya lebih lanjut adalah bahwa kuasi-bulan tersebut sebenarnya adalah Zond 1, satelit gagal dari Uni Soviet ketika sedang bersaing dengan Amerika Serikat (AS) untuk tetap unggul dalam program luar angkasa," Loeb menulis di blog pribadinya.

Faktanya, penetapan 2025 PN7 sebagai kuasi-bulan bersifat sementara. Dan kalau mau dirunut sejak 1960-an, periode yang dikenal luas dengan berbagai kemajuan pesat program antariksa Soviet dan AS, khususnya dalam menjelajahi Bulan, Venus, dan Mars, hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan, apakah 2025 PN7 berasal dari teknologi terestrial?

Ia kemudian berkolaborasi dengan Adam Hibberd untuk menyelidiki asal usul asteroid 2025 PN7, menggunakan Optimum Interplanetary Trajectory Software (OITS) milik Hibberd untuk menghasilkan lintasan misi antarplanet dari 1960-an hingga saat ini dan menemukan hal yang dirangkum sebagai berikut:

  • Rata-rata pergerakan 20 tahun dari jarak rata-rata PN7 dari Bumi pada 2025 menunjukkan bahwa ia menjadi kuasi-satelit sekitar 2 April 1964
  • Waktu ini bertepatan dengan peluncuran misi Zond 1 Uni Soviet ke Venus
  • Membandingkan bujur heliosentris 2025 PN7 dengan 26 misi Venus pada tanggal kedatangannya
  • Misi Zond 1 menunjukkan perbedaan terendah
  • Misi Venera 8 menunjukkan deviasi serupa namun sedikit lebih besar
  • Pergeseran asteroid dari wahana Zond 1 menunjukkan deviasi minimum ~8% dari satuan astronomi (au) sekitar Mei 1964
  • Meskipun perpindahannya sederhana, garis bujur heliosentris kedua objek tersebut mengikuti evolusi yang hampir identik selama seluruh penerbangan Zond 1.

Sebagai kesimpulan, Prof Loeb menyatakan dalam tulisan blognya, "Misi Zond 1 gagal karena komplikasi teknologi. Kesimpulannya, ada kemungkinan bahwa 2025 PN7 adalah tahap atas Blok-L dari misi Zond 1 Rusia yang gagal ke Venus, meskipun hal ini perlu diverifikasi melalui analisis spektroskopi objek tersebut."




(rns/rns)
Berita Terkait