Makin Mengejutkan! Mikroplastik Ditemukan di Hewan Laut Dalam Indonesia
Hide Ads

Makin Mengejutkan! Mikroplastik Ditemukan di Hewan Laut Dalam Indonesia

Agus Tri Haryanto - detikInet
Senin, 27 Okt 2025 07:45 WIB
Sampah Plastik di Samudra Pasifik
Ilustrasi temuan mikroplastik sampai ke tubuh hewan laut dalam Indonesia. Foto: CNN
Jakarta -

Mikroplastik rupanya tidak hanya ditemukan di air hujan Jakarta, tetapi juga sudah sampai ke dalam tubuh hewan laut dalam (deep sea) yang hidup di perairan Indonesia. Ini merupakan penelitian ilmiah yang mengungkapkan pertama kali pencemaran lingkungan gara-gara polusi plastik.

Temuan penting ini dipaparkan oleh Muhammad Reza Cordova, Peneliti Pusat Riset Oseanologi (PRO) BRIN dalam webinar The Indonesia Marine Biogeochemistry Forum (IMBF). Penelitian kolaboratif antara PRO BRIN dan Institut Oseanologi Chinese Academy of Sciences (IOCAS) ini menelusuri jejak mikroplastik di kawasan arus lintas Indonesia (Indonesian Throughflow/ITF) yang berperan sebagai 'sabuk konveyor' global yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Hindia.

Dalam paparannya berjudul Pollution and Its Biogeochemical Interactions in the Marine Environment- Microplastics in Deep-Sea Barnacles within the Indonesian Throughflow (ITF), Reza menjelaskan bahwa tim peneliti mengambil Sampel dari dua buoy (pelampung) yang dipasang di Laut Maluku Utara dan Laut Filipina Barat Daya, pada kedalaman sekitar 200 meter.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, kata Reza, yang menarik di kedalaman tersebut para peneliti menemukan banyak teritip (barnacle) laut dalam yang menempel di pelampung.

ADVERTISEMENT

"Teritip ini adalah filter feeder, organisme penyaring makanan dari air. Karena itu, mereka merupakan kandidat bioindikator yang sangat baik untuk mendeteksi keberadaan polusi di kolom air," jelas Reza dikutip dari website BRIN.

Dari 103 sampel teritip yang dianalisis secara ketat di laboratorium, hasilnya mencengangkan, yakni 27% individu terkontaminasi mikroplastik. Dengan rata-rata, terdapat 0,3 partikel per individu. Artinya, kira-kira 1 dari 3 teritip laut dalam telah menelan partikel plastik yang berukuran mikroskopik.

Berbeda dengan temuan di daerah pesisir yang umumnya didominasi fragmen plastik, penelitian ini justru menemukan serat (fiber) sebagai jenis mikroplastik yang paling banyak dijumpai. Analisis menggunakan Raman Spectroscopy mengungkap bahwa Nylon (31%) merupakan polimer sintetis yang paling dominan, bahan yang lazim digunakan untuk tali pancing dan jaring ikan.

"Hal ini menunjukkan adanya kaitan kuat dengan Abandoned, Lost, or Discarded Fishing Gear (ALDFG) atau yang kita kenal sebagai ghost fishing gear. Dengan kata lain, aktivitas perikanan turut berkontribusi signifikan terhadap polusi laut dalam," tambah Reza.

Lebih jauh, Reza menegaskan bahwa mikroplastik di laut dalam bukanlah polutan yang pasif. Partikel-partikel ini dapat berinteraksi secara kompleks dengan komponen biogeokimia laut.

"Mikroplastik bisa menjadi inti pembentukan 'marine snow', yaitu gumpalan partikel organik dan anorganik yang jatuh dari permukaan ke dasar laut. Plastik yang ikut tenggelam bersama marine snow dapat membawa serta polutan lain seperti logam berat," paparnya.

Fenomena ini menjadikan mikroplastik bagian dari "sabuk konveyor karbon" laut sehingga berpotensi mengganggu kemampuan laut dalam menyerap karbon, salah satu mekanisme penting dalam pengaturan iklim global.

Implikasi dari temuan ini sangat serius, ancaman bagi biota laut dalam. Mikroplastik yang tertelan dapat mengurangi asupan energi dan mengubah perilaku makan organisme. Bioakumulasi dalam rantai makanan, zat toksik yang menempel pada plastik dapat berpindah dari satu tingkat trofik ke tingkat lainnya.

Gangguan terhadap siklus karbon global mikroplastik berpotensi mengubah laju dan komposisi marine snow, mempengaruhi proses penyerapan karbon oleh laut.

"Temuan ini membuktikan bahwa tak ada lagi bagian laut yang benar-benar bebas dari polusi plastik, bahkan di kedalaman ratusan meter sekalipun," tegas Reza.

Pada kesempatan ini, Reza juga menegaskan bahwa perlu segera memasukkan ekosistem laut dalam ke dalam penilaian global polusi plastik, termasuk dalam perundingan UN Global Plastic Treaty yang tengah berlangsung.

Penelitian pionir ini membuka babak baru dalam pemahaman tentang dampak mikroplastik terhadap sistem biogeokimia laut. Ia menjadi peringatan keras bahwa sampah plastik yang kita buang tidak pernah benar-benar hilang. Sebagian mungkin telah tenggelam, menjadi bagian dari rantai makanan, dan pada akhirnya dapat kembali ke meja makan kita.




(agt/afr)
Berita Terkait