Alarm Bahaya! Ilmuwan Khawatir Paus Biru Jadi Pendiam
Hide Ads

Alarm Bahaya! Ilmuwan Khawatir Paus Biru Jadi Pendiam

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 18 Agu 2025 18:10 WIB
Blue whale feeding off san diego
Foto: Getty Images/iStockphoto/AlexGoldblum
Jakarta -

Suara paus biru telah berkurang drastic di lepas pantai California, Amerika Serikat, membuat para ilmuwan khawatir karena mereka percaya hal ini merupakan indikasi bahaya ekosistem yang lebih besar.

Ilmuwan melacak suara tiga spesies paus, yakni paus biru, paus sirip, dan paus bungkuk, di Samudra Pasifik Utara di Ekosistem Arus California selama enam tahun.

Penelitian ini, menggunakan hidrofon di dasar laut, menganalisis frekuensi rangkaian suara terstruktur yang dipancarkan oleh paus balin besar, untuk menentukan prevalensi di habitat untuk mencari makan ini dan potensi penggunaannya dalam penelitian ekologi perilaku.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian yang dipublikasikan di Public Library of Science pada Februari 2025 ini menemukan penurunan deteksi kicauan pada paus biru dan paus sirip setelah tahun 2017. Perekaman dimulai pada 2015, di puncak gelombang panas laut yang berlangsung selama beberapa tahun.

Pemanasan yang tidak biasa ini dimulai pada 2013 ketika genangan air panas yang besar dan padat, yang dijuluki The Blob, mengalir dari Laut Bering dan Teluk Alaska hingga ke perairan di lepas Pantai Barat AS.

ADVERTISEMENT

Pada saat yang sama, toksisitas jaring makanan Ekosistem Arus California berada pada tingkat tinggi karena ledakan alga berbahaya yang ekstrem, menyebabkan keracunan mamalia laut paling luas yang pernah didokumentasikan, termasuk pada paus.

Studi tersebut mencatat, suhu perairan 4,5 derajat lebih panas daripada rata-rata, dan menutupi sekitar 3.218 km Samudra Pasifik pada 2016.

Gelombang panas menciptakan lingkungan yang subur bagi ledakan tersebut, membunuh populasi krill, dan pada gilirannya menenangkan perairan dengan lebih sedikit kicauan paus biru.

"Ketika Anda benar-benar menguraikannya, rasanya seperti mencoba bernyanyi saat Anda kelaparan," ujar John Ryan, seorang ahli oseanografi biologi di Monterey Bay Aquarium Research Institute, dikutip dari New York Post, Minggu (18/8/2025).

"Mereka menghabiskan seluruh waktu mereka hanya untuk mencari makanan," imbuhnya.

Ryan menggambarkan kondisi ini sebagai 'keracunan mamalia laut paling luas yang pernah didokumentasikan', yang menciptakan masa-masa sulit bagi paus.

Nyanyian paus biru menurun hingga 40% selama periode penelitian. Studi ini menunjukkan bahwa paus biru harus mencari makan di area yang lebih luas pada 2019, karena rendahnya kelimpahan krill di area tersebut.

Paus biru mempertahankan pola makan ketat berbasis krill, tetapi paus bungkuk mencari makan dengan jenis krill dan ikan yang lebih beragam.

Blob tidak berdampak pada populasi ikan yang mencari makan, seperti ikan teri dan sarden, dan penelitian ini menemukan peningkatan deteksi pendengaran nyanyian paus bungkuk.

Perubahan antartahunan dari spesies paus yang lebih kecil meningkat dari 34% menjadi 76% hari selama enam tahun. Khawatir akan kesunyian ini, para ilmuwan mencoba memahami kerusakan jangka panjang yang disebabkan oleh 'The Blob' dan anomali serupa yang diyakini telah meningkat tiga kali lipat sejak 1940-an, menurut laporan tersebut.

"Gelombang panas laut ini berdampak pada seluruh ekosistem," ujar Kelly Benoit-Bird, rekan penulis studi dan ahli biologi kelautan di Monterey Bay Aquarium.

"Jika mereka tidak dapat menemukan makanan, dan mereka dapat melintasi seluruh Pantai Barat Amerika Utara, itu adalah konsekuensi yang sangat besar," tambahnya.

Periode mencari makan yang lebih lama mengakibatkan upaya reproduksi yang lebih sedikit oleh spesies laut, sehingga populasi paus biru menjadi lebih kecil.

"Di mana mereka berada, dan apa yang mereka lakukan dapat memberi tahu Anda banyak hal tentang kesehatan ekosistem. The Blob benar-benar menyoroti betapa jangka panjangnya konsekuensi ini," ujar Dawn Barlow, ahli ekologi dari California State University.

"Sains menunjukkan bahwa perubahan iklim berdampak pada lautan. Mendengarkan dan belajar dari tempat-tempat ini sangat penting bagi masa depan kita. Sekarang, lebih dari sebelumnya, mendengarkan menjadi sangat penting," jelasnya.




(rns/hps)
Berita Terkait