Mengenal Jam Kiamat yang Sebentar Lagi Umumkan 'Kiamat 2025'
Hide Ads

Mengenal Jam Kiamat yang Sebentar Lagi Umumkan 'Kiamat 2025'

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 27 Jan 2025 20:45 WIB
WASHINGTON, DC - JANUARY 24: The 2023 Doomsday Clock is moved ahead of a live-streamed event with members of the Bulletin of the Atomic Scientists on January 24, 2023 in Washington, DC. This year the Doomsday Clock is set at ninety seconds to Midnight (Photo by Anna Moneymaker/Getty Images)
Setiap awal tahun, ilmuwan mengatur ulang Jam Kiamat. Para ahli di Bulletin of the Atomic Scientists akan memberikan 'ramalan' mengenai nasib Bumi. Foto: Getty Images/Anna Moneymaker
Jakarta -

Doomsday Clock atau Jam Kiamat diatur ulang setiap awal tahun. Ilmuwan yang tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientists (BAS) akan memberikan 'ramalan' mengenai nasib Bumi.

Penyetelan ulang biasanya dilakukan pada Januari, dan akan disiarkan langsung di situs BAS, atau di halaman Facebook dan YouTube mereka. Mereka akan mengumumkan apakah waktu pada Jam Kiamat yang ikonik itu berubah atau tidak.

Apa Itu Jam Kiamat

Jam Kiamat adalah jam simbolis yang mewakili kemungkinan risiko bencana global buatan manusia. Simbol ini dikelola sejak tahun 1947 oleh para ilmuwan anggota BAS di University of Chicago, Amerika Serikat (AS).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan BAS adalah sebuah organisasi yang terdiri dari para ahli dan ilmuwan yang bertugas menilai kemajuan ilmu pengetahuan dan risikonya pada manusia.

BAS didirikan sekelompok ilmuwan ahli atom yang bekerja pada uji coba bom nuklir Manhattan Project. Nama itu diambil dari kode untuk pengembangan bom atom pada masa Perang Dunia II.

ADVERTISEMENT

Awalnya, Jam Kiamat dibuat untuk melakukan pengukuran risiko ancaman nuklir. Waktu pada jam telah berubah sesuai dengan seberapa dekat para ilmuwan meyakini umat manusia akan mengalami kehancuran total.

BAS menyebut bahwa jam tersebut tidak dirancang untuk mengukur ancaman konkret soal kehancuran Bumi. Namun, keberadaannya bisa dijadikan pemicu percakapan tentang topik ilmiah yang rumit seperti perubahan iklim.

Cara Membaca Jam Kiamat

Semakin dekat jarum jam menuju ke angka 12.00 waktu tengah malam, artinya semakin dekat manusia menuju kehancuran Bumi, menurut perhitungan para ilmuwan.

Tentu bukan artinya ini waktu sungguhan menuju kiamat, melainkan jam ini adalah simbol dari potensi kehancuran Bumi karena banyaknya kerusakan.

Dikutip dari BBC, Senin (27/1/2025) jam ini tidak ditujukan untuk memberi tahu kita seberapa besar risiko yang dihadapi umat manusia, tetapi seberapa baik kita merespons risiko itu.

Pertama kali diatur pada 1947, jam ini dinyatakan 7 menit menuju tengah malam. Namun, semakin bertambahnya kerusakan Bumi akibat banyak hal mulai dari bahaya nuklir, disinformasi, hingga perubahan iklim, jarum semakin mendekat menuju waktu tengah malam.

Sepanjang catatan yang ada, jarak paling lama Jam Kiamat adalah 17 menit menuju tengah malam saat diatur ulang pada 1991.

Hal itu terjadi saat Presiden Amerika Serikat (AS) George Bush dan presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev mengumumkan pengurangan persenjataan nuklir di masing-masing negara.

Perang, uji coba nuklir, perubahan iklim, hingga dampak pandemi adalah beberapa hal yang menjadi pertimbangan ilmuwan. Masalah-masalah ini tidak tercipta oleh krisis global individual, namun bersifat sistemik, dan inilah yang coba diukur oleh Jam Kiamat. Dari sana, ilmuwan kemudian akan menentukan berapa menit atau bahkan detik Jam Kiamat menuju waktu tengah malam.

Jam Kiamat 2025

Jam Kiamat 2025 akan diumumkan ilmuwan pada Selasa, 28 Januari pukul 10.00 (EST), 15.00 (GMT), dan 16.00 (CET). Pengumuman tersebut dapat disaksikan secara online melalui siaran langsung di kanal YouTube @BulletinAtomic.

[Gambas:Youtube]

"Untuk 2025, Bulletin's Science and Security Board (SASB) akan mempertimbangkan berbagai ancaman global dalam pengaturan Jam Kiamat, termasuk proliferasi senjata nuklir, teknologi disruptif seperti kecerdasan buatan, perang Rusia-Ukraina, perang Israel-Hamas, konflik Israel-Hizbullah, ancaman biologis, dan krisis iklim yang berkelanjutan," demikian pernyataan BAS.




(rns/rns)
Berita Terkait