Samsung makin menegaskan dominasinya di pasar ponsel lipat dengan menghadirkan Galaxy Z TriFold, perangkat lipat tiga pertamanya yang diperkenalkan pada 2 Desember lalu.
Meski belum resmi masuk Indonesia, detikINET berkesempatan menjajal Galaxy Z TriFOld langsung di Tanah Air. Meskipun waktu mencobanya tergolong singkat, pengalaman yang dirasakan sangat berkesan.
Bukan lagi sekali, tapi dua kali melipat layar! Sensasi ini seakan membawa kembali kenangan saat menjajal Galaxy Fold generasi pertama enam tahun silam, namun dengan teknologi yang jauh lebih matang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak Setebal Dibayangkan
Kesan pertama saat menggenggam Galaxy Z TriFold justru mengejutkan. Bayangan awal bahwa ponsel lipat tiga akan sangat tebal seketika sirna.
Dengan ketebalan hanya 12,9 mm saat dilipat, TriFold hanya terpaut tipis dari Galaxy Z Fold7 (8,9 mm). Menariknya, perangkat ini justru lebih ramping dibandingkan Galaxy Fold generasi pertama yang mencapai 15,5 mm.
Galaxy Z Fold7 vs TriFold Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Saat lipatannya dibuka penuh, bodinya sangat tipis dengan ketebalan hanya 3,9 - 4,2 mm. Meski secara ukuran tetap terasa jelas saat berada di saku celana, beratnya yang 309 gram terasa solid. Berkat distribusi massa yang merata, penggunaan satu tangan tetap terasa relatif mudah dan nyaman.
Samsung juga memberikan sentuhan premium pada sisi estetika. Bagian belakang memiliki pola serat karbon yang akan terlihat sangat elegan saat terkena pantulan cahaya.
Pengalaman Melipat yang Berbeda
Momen pertama membuka Galaxy Z TriFold langsung terasa berbeda dari ponsel lipat pada umumnya. Ini bukan sekadar 'buka seperti buku'. Ada urutan lipatan yang perlu dipahami.
Prosesnya dimulai dengan membuka panel kanan ke arah luar hingga rata, lalu disusul panel kiri yang masih terlipat sampai layar terbentang penuh. Sensasinya mirip membuka peta kertas berukuran besar.
"Alarm" salah urutan lipat di Samsung Galaxy Z TriFold Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Saat melipat kembali, urutannya pun harus diperhatikan. Panel kiri dilipat lebih dulu, lalu panel kanan, membentuk konfigurasi menyerupai huruf G. Meski terdengar rumit, Samsung sudah mengantisipasi potensi kesalahan. Mekanisme engsel hanya memungkinkan gerakan ke arah yang benar.
Jika pengguna salah urutan, layar akan menampilkan peringatan 'Open Phone and Fold From Other Side' disertai getaran. Alarm ini cukup efektif sebagai pengingat agar pengguna tidak memaksa engsel ke posisi yang keliru.
Berubah Jadi Tablet Mini
|
Multitasking TriFold Foto: Adi Fida Rahman/detikINET
|
Pengaturan ukuran jendela aplikasi terasa mulus dan intuitif. Dalam mode portrait, sensasinya memang agak unik, mirip memegang tablet pemesanan di restoran.
TriFold belum mendukung Flex Mode. Artinya, perangkat ini tidak bisa 'berdiri sendiri' dengan nyaman saat setengah dilipat. Dan lagi, Samsung membuat layar utama blur saat satu sisi belum dibentangkan.
Kami juga menjajal Samsung DeX di Galaxy Z TriFold, dan fitur ini berjalan secara standalone. Dalam mode tablet, TriFold bisa berfungsi layaknya desktop mini dengan hingga lima aplikasi berjalan bersamaan dalam mode pop-up.
Samsung Galaxy Z TriFold jadi desktop mini Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Selain itu, pengguna masih bisa membuka aplikasi keempat ketika tiga aplikasi sudah terpasang berdampingan, meski hanya dalam bentuk jendela pop-up, bukan tampilan penuh edge-to-edge.
Untuk pengalaman maksimal, TriFold sebaiknya dipasangkan dengan keyboard dan mouse. Dalam sekejap, perangkat ini berubah menjadi desktop portabel. Jika membutuhkan layar lebih besar, koneksi ke monitor eksternal bisa dilakukan lewat USB-C maupun secara nirkabel.
Layar Mengesankan
Layar jelas menjadi daya tarik utama Galaxy Z TriFold. Cover screen berukuran 6,5 inch dengan refresh rate 120Hz sudah memadai untuk penggunaan harian. Namun begitu dibuka, layar utama 10 inch beresolusi sekitar 2.5K langsung mencuri perhatian.
Menonton YouTube atau Netflix di layar selebar ini, yang masih bisa dilipat masuk ke saku, memberikan kepuasan tersendiri. Area hitam di atas dan bawah konten terlihat lebih tipis dibanding Fold7, sehingga kesan imersif makin terasa, hampir seperti menonton di bioskop pribadi.
Layar Samsung Galaxy Z TriFold Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Meski bezel di sekitar layar utama sedikit lebih tebal dibanding Galaxy Z Fold7, kualitas visual tetap mengesankan. Warna tampak vibrant, hitam pekat, dan tingkat kecerahan hingga 1.600 nits membuat layar tetap jelas di ruangan terang.
Yang patut diapresiasi, crease atau lipatan di tengah layar hampir tak terlihat saat konten berjalan. Lipatan berbentuk G juga membuat layar bagian dalam terlindungi dengan baik ketika perangkat tertutup.
Opini awal detikINET
TriFold menawarkan solusi unik: smartphone yang bisa berubah menjadi tablet ringan kapan saja dibutuhkan. Samsung secara mengejutkan mampu menjaga profil perangkat tetap ramping dengan ketebalan hanya 12,9 mm, sehingga tetap nyaman digenggam maupun masuk ke saku.
Pengalaman membuka dan menutupnya tetap memberikan sensasi wow setiap kali digunakan. Kehadiran layar 10 inch yang luas dengan dukungan Samsung DeX standalone memberikan standar baru dalam produktivitas mobile, memungkinkan pengguna menikmati pengalaman multitasking setingkat desktop dalam format yang jauh lebih portabel.
Samsung Galaxy Z TriFold Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Tak sampai di situ, menonton konten video atau film menjadi jauh lebih memuaskan di layar yang lebih lapang dibandingkan ponsel lipat konvensional, memberikan sensasi bioskop pribadi dalam genggaman.
Perangkat ini bukan sekadar pamer inovasi, melainkan solusi nyata bagi pengguna yang mendambakan layar raksasa tanpa harus membawa beban tambahan tablet di dalam tas mereka.
Semoga saja Samsung merilis resmi Galaxy Z TriFold di Indonesia.
(afr/rns)




